Jakarta - Sejumlah pihak menilai kondisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum genting sehingga belum memenuhi syarat diterbitkannya Perpu. Namun selaku Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono berhak menilai secara subyektif seperti apa yang termasuk 'kegentingan memaksa' itu.
Demikian disampaikan pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin saat berbincang dengan detikcom via telepon, Selasa (22/9/2009). Irman menanggapi polemik yang terjadi terkait rencana Presiden menerbitkan Perpu penunjukan langsung 3 pejabat pelaksana tugas (Plt) sementara pimpinan KPK.
"Ihwal kegentingan memaksa itu subyektivitas Presiden yang obyektivitasnya nanti diuji DPR," jelas Irman.
Pasal 22 ayat 2 UUD 1945 menyebutkan peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang
berikut. Meski belum mendapat penyikapan dari DPR, perpu tetap berlaku sejak diterbitkan.
Jika akhirnya Presiden menerbitkan perpu plt, kata Irman, hal itu dapat dipahami. Sebab dengan hanya bersisa 2 orang pimpinan, menurutnya, KPK masuk dalam kategori 'genting'.
"Kalau saya ditanya, ya kondisi KPK genting. Ibarat mobil, itu bensinnya udah bocor, bersisa setengah," katanya.
Irman menambahkan, Presiden pun tidak perlu berkonsultasi dengan pimpinan KPK tersisa soal penerbitan perpu.
Irman pun menyangsikan soal pernyataan 2 pimpinan KPK tersisa yang tidak merasa 'genting' alias tidak terganggung kinerjanya karena masih bisa dibantu deputi, direktur dan staff di KPK.
"Deputi, direktur dan staff kan sifatnya supporting, tidak mengambil keputusan," pungkasnya. (lrn/ken)
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Demikian disampaikan pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin saat berbincang dengan detikcom via telepon, Selasa (22/9/2009). Irman menanggapi polemik yang terjadi terkait rencana Presiden menerbitkan Perpu penunjukan langsung 3 pejabat pelaksana tugas (Plt) sementara pimpinan KPK.
"Ihwal kegentingan memaksa itu subyektivitas Presiden yang obyektivitasnya nanti diuji DPR," jelas Irman.
Pasal 22 ayat 2 UUD 1945 menyebutkan peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang
berikut. Meski belum mendapat penyikapan dari DPR, perpu tetap berlaku sejak diterbitkan.
Jika akhirnya Presiden menerbitkan perpu plt, kata Irman, hal itu dapat dipahami. Sebab dengan hanya bersisa 2 orang pimpinan, menurutnya, KPK masuk dalam kategori 'genting'.
"Kalau saya ditanya, ya kondisi KPK genting. Ibarat mobil, itu bensinnya udah bocor, bersisa setengah," katanya.
Irman menambahkan, Presiden pun tidak perlu berkonsultasi dengan pimpinan KPK tersisa soal penerbitan perpu.
Irman pun menyangsikan soal pernyataan 2 pimpinan KPK tersisa yang tidak merasa 'genting' alias tidak terganggung kinerjanya karena masih bisa dibantu deputi, direktur dan staff di KPK.
"Deputi, direktur dan staff kan sifatnya supporting, tidak mengambil keputusan," pungkasnya. (lrn/ken)
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Comments :
0 komentar to “Perpu Plt Pimpinan KPK Syarat 'Kegentingan Memaksa' Hak Subyektif Presiden”
Posting Komentar