KOMISI Pemilihan Umum (KPU) menyisakan sejumlah pekerjaan yang hasilnya diragukan banyak pihak. Daftar pemilih tetap (DPT) pemilu legislatif 9 April lalu diprotes di mana-mana, tapi tidak ada tanda-tanda akan diselesaikan secara memadai.
Begitu juga rekapitulasi penghitungan suara oleh KPU. Rekapitulasi itu kini baru mencapai 55 daerah pemilihan (dapil) di 22 provinsi. Berarti masih ada 22 dapil di 11 provinsi yang harus dituntaskan. Padahal tenggat penetapan hasil Pemilu 2009 adalah 9 Mei.
KPU menargetkan rekapitulasi selesai pada 6 Mei besok. Artinya KPU tinggal punya waktu satu hari lagi untuk merampungkan rekapitulasi, suatu tugas yang amat tidak enteng.
KPU kini dihadapkan pada pilihan yang sulit. Menepati tenggat, berarti menghitung secara cepat, dengan risiko tidak akurat, atau mengutamakan kecermatan dengan konsekuensi melewati tenggat. Padahal yang dituntut dari KPU adalah dua-duanya, yakni cepat dan akurat.
Contoh ketidakakuratan kerja KPU bisa dilihat dari jumlah total perolehan suara di suatu dapil yang berbeda dengan surat suara sah, jumlah surat suara yang digunakan, dan jumlah surat suara yang tidak digunakan di dapil tersebut. Perbedaan-perbedaan itu bisa menimbulkan dugaan adanya pelanggaran.
Rekapitulasi yang cepat, tapi tidak akurat akan menimbulkan masalah. Sebaliknya, rekapitulasi yang akurat, tapi terlambat dan melewati tenggat akan menimbulkan gejolak dan menambah daftar ketidakbecusan KPU.
Rekapitulasi yang dilakukan KPU sekarang selalu menuai protes. Hampir tidak ada rekapitulasi setiap dapil atau provinsi berjalan mulus. Selalu ada cacat. Tapi KPU cenderung mengabaikan semua protes dan keberatan dari partai politik. Bisa saja KPU berdalih bahwa segala protes dan keberatan parpol kelak diajukan ke Mahkamah Konstitusi.
Akan tetapi, sikap seperti itu mencerminkan mau cari selamat dan mencuci tangan. Kita ingatkan KPU agar tidak mengorbankan akurasi. Akurasi rekapitulasi menjadi amat penting dan ditunggu berbagai pihak. Paling tidak, ada tiga alasan.
Pertama, hasil rekapitulasi menentukan perolehan kursi anggota DPR dari tiap-tiap partai politik. Kedua, masyarakat ingin membuktikan kebenaran hasil penghitungan cepat mengenai perolahan suara tiap-tiap partai politik. Ketiga, hasil rekapitulasi suara oleh KPU merupakan penghitungan resmi dan final.
Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengakui yang paling rumit adalah penghitungan perolehan kursi setiap parpol. Perolehan kursi itu dihitung di atas basis perolehan suara. Karena itu, akurasi rekapitulasi suara tidak boleh meleset karena akan mencederai hasil pemilu itu sendiri. Rekapitulasi yang tidak akurat akan memicu gejolak masyarakat dan parpol karena tidak puas.
Tidak dapat disangkal KPU telah mendapat banyak cercaan dan penilaian kritis dari publik yang kecewa dengan kinerja KPU. Sekelompok partai politik bahkan menilai Pemilu 2009 merupakan pemilu yang paling buruk. Pangkal masalah adalah daftar pemilih tetap yang amburadul. Selain itu, banyak agenda atau jadwal KPU yang berubah-ubah.
Untuk kesekian kalinya, kita ingatkan KPU agar bekerja profesional, objektif, cermat, dan teliti. Jangan lagi membuat keputusan instan yang merugikan dan menuai cercaan.
Kita menunggu agar KPU menghasilkan keputusan-keputusan cerdas yang menenteramkan seluruh peserta pemilu dan segenap anak bangsa. Tanpa mengorbankan akurasi, tanpa melewati tenggat.
Sumber : mediaindonesia.com
Begitu juga rekapitulasi penghitungan suara oleh KPU. Rekapitulasi itu kini baru mencapai 55 daerah pemilihan (dapil) di 22 provinsi. Berarti masih ada 22 dapil di 11 provinsi yang harus dituntaskan. Padahal tenggat penetapan hasil Pemilu 2009 adalah 9 Mei.
KPU menargetkan rekapitulasi selesai pada 6 Mei besok. Artinya KPU tinggal punya waktu satu hari lagi untuk merampungkan rekapitulasi, suatu tugas yang amat tidak enteng.
KPU kini dihadapkan pada pilihan yang sulit. Menepati tenggat, berarti menghitung secara cepat, dengan risiko tidak akurat, atau mengutamakan kecermatan dengan konsekuensi melewati tenggat. Padahal yang dituntut dari KPU adalah dua-duanya, yakni cepat dan akurat.
Contoh ketidakakuratan kerja KPU bisa dilihat dari jumlah total perolehan suara di suatu dapil yang berbeda dengan surat suara sah, jumlah surat suara yang digunakan, dan jumlah surat suara yang tidak digunakan di dapil tersebut. Perbedaan-perbedaan itu bisa menimbulkan dugaan adanya pelanggaran.
Rekapitulasi yang cepat, tapi tidak akurat akan menimbulkan masalah. Sebaliknya, rekapitulasi yang akurat, tapi terlambat dan melewati tenggat akan menimbulkan gejolak dan menambah daftar ketidakbecusan KPU.
Rekapitulasi yang dilakukan KPU sekarang selalu menuai protes. Hampir tidak ada rekapitulasi setiap dapil atau provinsi berjalan mulus. Selalu ada cacat. Tapi KPU cenderung mengabaikan semua protes dan keberatan dari partai politik. Bisa saja KPU berdalih bahwa segala protes dan keberatan parpol kelak diajukan ke Mahkamah Konstitusi.
Akan tetapi, sikap seperti itu mencerminkan mau cari selamat dan mencuci tangan. Kita ingatkan KPU agar tidak mengorbankan akurasi. Akurasi rekapitulasi menjadi amat penting dan ditunggu berbagai pihak. Paling tidak, ada tiga alasan.
Pertama, hasil rekapitulasi menentukan perolehan kursi anggota DPR dari tiap-tiap partai politik. Kedua, masyarakat ingin membuktikan kebenaran hasil penghitungan cepat mengenai perolahan suara tiap-tiap partai politik. Ketiga, hasil rekapitulasi suara oleh KPU merupakan penghitungan resmi dan final.
Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengakui yang paling rumit adalah penghitungan perolehan kursi setiap parpol. Perolehan kursi itu dihitung di atas basis perolehan suara. Karena itu, akurasi rekapitulasi suara tidak boleh meleset karena akan mencederai hasil pemilu itu sendiri. Rekapitulasi yang tidak akurat akan memicu gejolak masyarakat dan parpol karena tidak puas.
Tidak dapat disangkal KPU telah mendapat banyak cercaan dan penilaian kritis dari publik yang kecewa dengan kinerja KPU. Sekelompok partai politik bahkan menilai Pemilu 2009 merupakan pemilu yang paling buruk. Pangkal masalah adalah daftar pemilih tetap yang amburadul. Selain itu, banyak agenda atau jadwal KPU yang berubah-ubah.
Untuk kesekian kalinya, kita ingatkan KPU agar bekerja profesional, objektif, cermat, dan teliti. Jangan lagi membuat keputusan instan yang merugikan dan menuai cercaan.
Kita menunggu agar KPU menghasilkan keputusan-keputusan cerdas yang menenteramkan seluruh peserta pemilu dan segenap anak bangsa. Tanpa mengorbankan akurasi, tanpa melewati tenggat.
Sumber : mediaindonesia.com
Comments :
0 komentar to “KPU Jangan Korbankan Akurasi”
Posting Komentar