Minggu, 24 Mei 2009 | 08:33 WIB
Laporan wartawan PERSDA Hasanuddin Aco
JAKARTA, KOMPAS.com - Sulitnya kalangan perbankan, terutama bank asing atau campuran bank asing, yang ada di Indonesia menurunkan suku bunga kredit akhir-akhir ini salah satunya disebabkan oleh implementasi pelaksanaan konsep ekonomi neoliberalisme (pasar bebas).
Demikian dikemukakan Pengamat Ekonomi Aviliani, Sabtu (23/5), ketika ditanya mengenai dampak dari neoliberalisme terhadap perekonomian Indonesia.
Menurut Aviliani Indonesia mulai jelas menganut paham neoliberalisme saat letter of intent (LoI) dengan IMF (Dana Moneter Internasional) tahun 1999-2003 lampau. Buah dari itu, Aviliani mengatakan lahirlah sejumlah undang-undang (UU) yang berkiblat ke pasar bebas diantaranya UU mengenai devisa bebas dan UU mengenai independensi BI.
"UU soal independensi BI ini diantaranya mengatur bahwa BI tak boleh lagi menolong bank yang kekurangan likuiditas. Beberapa bank tersebut akhirnya diambil asing. Terus apa bank asing bisa diminta menurunkan bunga kredit mereka?" kata Aviliani.
Dalam beberapa bulan belakangan ini sejumlah pihak masih mengeluhkan soal tingginya bunga kredit bank padahal Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan atau BI rate berturut-turut enam kali sejak Desember 2008 lalu. Sejauh ini, bank milik BUMN seperti Bank Mandiri, Bank BTN, Bank BNI, dan Bank BRI yang berkomitmen menurunkan bunga kredit. "Dalam paham neoliberalisme, peran pemerintahan yang kuat sangat dibutuhkan agar tidak disetir pasar asing," katanya.
Paham ekonomi neoliberalisme akhir-akhir ini mengemuka menjelang pemilihan presiden Juli mendatang. Sejumlah pihak diantaranya Ekonom Kwik Kien Gie terang-terangan menyebut Calon Wakil Presiden Boediono adalah penganut paham ini dan punya konstribusi terhadap hadirnya IMF di Indonesia.
"Nah, pertanyaanya apakah apa ada calon presiden yang berani mengatakan mengatakan hapus UU yang pro pasar bebas misalnya UU devisa bebas dan UU tentang independensi BI tadi. Kalau ada, itu yang sebenarnya ditunggu oleh para pemilih," kata Aviliani. "Meski kita tahu perdebatan soal neoliberalisme ini lebih di kalangan elit tapi dampaknya bisa dirasakan rakyat banyak," Aviliani menambahkan.
PERSDA Hasanuddin Aco
Akses http://m.kompas.com dimana saja melalui ponsel, Blackberry atau iPhone Anda.
Laporan wartawan PERSDA Hasanuddin Aco
JAKARTA, KOMPAS.com - Sulitnya kalangan perbankan, terutama bank asing atau campuran bank asing, yang ada di Indonesia menurunkan suku bunga kredit akhir-akhir ini salah satunya disebabkan oleh implementasi pelaksanaan konsep ekonomi neoliberalisme (pasar bebas).
Demikian dikemukakan Pengamat Ekonomi Aviliani, Sabtu (23/5), ketika ditanya mengenai dampak dari neoliberalisme terhadap perekonomian Indonesia.
Menurut Aviliani Indonesia mulai jelas menganut paham neoliberalisme saat letter of intent (LoI) dengan IMF (Dana Moneter Internasional) tahun 1999-2003 lampau. Buah dari itu, Aviliani mengatakan lahirlah sejumlah undang-undang (UU) yang berkiblat ke pasar bebas diantaranya UU mengenai devisa bebas dan UU mengenai independensi BI.
"UU soal independensi BI ini diantaranya mengatur bahwa BI tak boleh lagi menolong bank yang kekurangan likuiditas. Beberapa bank tersebut akhirnya diambil asing. Terus apa bank asing bisa diminta menurunkan bunga kredit mereka?" kata Aviliani.
Dalam beberapa bulan belakangan ini sejumlah pihak masih mengeluhkan soal tingginya bunga kredit bank padahal Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan atau BI rate berturut-turut enam kali sejak Desember 2008 lalu. Sejauh ini, bank milik BUMN seperti Bank Mandiri, Bank BTN, Bank BNI, dan Bank BRI yang berkomitmen menurunkan bunga kredit. "Dalam paham neoliberalisme, peran pemerintahan yang kuat sangat dibutuhkan agar tidak disetir pasar asing," katanya.
Paham ekonomi neoliberalisme akhir-akhir ini mengemuka menjelang pemilihan presiden Juli mendatang. Sejumlah pihak diantaranya Ekonom Kwik Kien Gie terang-terangan menyebut Calon Wakil Presiden Boediono adalah penganut paham ini dan punya konstribusi terhadap hadirnya IMF di Indonesia.
"Nah, pertanyaanya apakah apa ada calon presiden yang berani mengatakan mengatakan hapus UU yang pro pasar bebas misalnya UU devisa bebas dan UU tentang independensi BI tadi. Kalau ada, itu yang sebenarnya ditunggu oleh para pemilih," kata Aviliani. "Meski kita tahu perdebatan soal neoliberalisme ini lebih di kalangan elit tapi dampaknya bisa dirasakan rakyat banyak," Aviliani menambahkan.
PERSDA Hasanuddin Aco
Akses http://m.kompas.com dimana saja melalui ponsel, Blackberry atau iPhone Anda.
Comments :
0 komentar to “Lambatnya Penurunan Bunga Kredit Buah dari Neoliberalisme?”
Posting Komentar