HASIL Pemilu Legislatif 2009 menunjukkan sebuah fenomena yang kuat, sangat kuat. Yaitu tidak berkembangnya perolehan suara partai yang berbasiskan agama. Gejala itu menimpa baik agama dengan pemeluk minoritas maupun dengan pemeluk mayoritas.
Buktinya, partai-partai berbasiskan agama minoritas hanya menjadi partai desimal karena dalam persentase meraih suara nol koma. Fakta itu memperlihatkan sang penganut agama itu sekalipun tidak memilihnya di bilik suara.
Bagaimana dengan partai-partai berbasiskan agama dengan pemeluk mayoritas? Partai-partai berbasiskan agama Islam yang lolos ambang batas suara parlemen 2,5% hanya menempati barisan papan tengah ke bawah. Mereka adalah PKS, PPP, PAN, dan PKB yang total hanya meraih 24% suara.
Selebihnya suara yang terbanyak diraih partai-partai abangan, atau yang dapat digolongkan sebagai partai berbasiskan paham kebangsaan. Mereka adalah Partai Demokrat, Golkar, PDIP, Gerindra, dan Hanura yang total memperoleh 58% suara.
Fenomena lain yang menarik ialah tidak satu pun partai baru yang berbasiskan agama yang dapat lolos ambang batas parlemen. Sebaliknya, ada dua partai baru, yaitu Gerindra dan Hanura, yang berbasiskan paham kebangsaan yang lolos ke DPR.
Fakta itu diperkuat dengan agregat bahwa perolehan suara partai berbasiskan paham kebangsaan naik dari 47,6% pada Pemilu 2004 menjadi 58% pada Pemilu 2009. Apa artinya?
Pertama, itu bisa berarti bahwa pemilih lama yang mencoblos partai berbasiskan agama pada Pemilu 2004 berpindah ke partai yang berbasiskan paham kebangsaan.
Kedua, itu juga dapat bermakna bahwa pemilih baru cenderung memilih partai abangan ketimbang partai agama.
Penjelasan yang kedua itu diperkuat fakta bahwa perolehan partai baru Gerindra dan Hanura yang berbasiskan paham kebangsaan itu melampaui pertambahan suara yang diraih PKS yang merupakan partai Islam yang paling militan.
Akan tetapi, pada sisi lain juga terjadi perpindahan suara dari satu kantong ke kantong lain dalam lingkup partai berbasiskan paham kebangsaan. Partai Golkar dan PDI Perjuangan kehilangan suara yang diambil Partai Demokrat, Gerindra, dan Hanura.
Singkatnya, adalah moderat untuk mengatakan terjadi stagnasi perolehan suara partai berbasiskan agama jika dibandingkan dengan perolehan suara partai berbasiskan paham kebangsaan.
Sebaliknya, adalah moderat juga untuk menunjukkan partai berbasiskan paham kebangsaan pun sulit tumbuh menjadi partai yang sangat besar karena terjadi rebut-rebutan suara di antara mereka sendiri.
Pelajaran terpenting lainnya ialah partai baru hasil pertikaian ternyata tidak laku dijual. Maka, berhentilah cekcok lalu sok mendirikan partai baru.
Sumber: mediaindonesia.com, 16 Mei 2009 01:08 WIB
Buktinya, partai-partai berbasiskan agama minoritas hanya menjadi partai desimal karena dalam persentase meraih suara nol koma. Fakta itu memperlihatkan sang penganut agama itu sekalipun tidak memilihnya di bilik suara.
Bagaimana dengan partai-partai berbasiskan agama dengan pemeluk mayoritas? Partai-partai berbasiskan agama Islam yang lolos ambang batas suara parlemen 2,5% hanya menempati barisan papan tengah ke bawah. Mereka adalah PKS, PPP, PAN, dan PKB yang total hanya meraih 24% suara.
Selebihnya suara yang terbanyak diraih partai-partai abangan, atau yang dapat digolongkan sebagai partai berbasiskan paham kebangsaan. Mereka adalah Partai Demokrat, Golkar, PDIP, Gerindra, dan Hanura yang total memperoleh 58% suara.
Fenomena lain yang menarik ialah tidak satu pun partai baru yang berbasiskan agama yang dapat lolos ambang batas parlemen. Sebaliknya, ada dua partai baru, yaitu Gerindra dan Hanura, yang berbasiskan paham kebangsaan yang lolos ke DPR.
Fakta itu diperkuat dengan agregat bahwa perolehan suara partai berbasiskan paham kebangsaan naik dari 47,6% pada Pemilu 2004 menjadi 58% pada Pemilu 2009. Apa artinya?
Pertama, itu bisa berarti bahwa pemilih lama yang mencoblos partai berbasiskan agama pada Pemilu 2004 berpindah ke partai yang berbasiskan paham kebangsaan.
Kedua, itu juga dapat bermakna bahwa pemilih baru cenderung memilih partai abangan ketimbang partai agama.
Penjelasan yang kedua itu diperkuat fakta bahwa perolehan partai baru Gerindra dan Hanura yang berbasiskan paham kebangsaan itu melampaui pertambahan suara yang diraih PKS yang merupakan partai Islam yang paling militan.
Akan tetapi, pada sisi lain juga terjadi perpindahan suara dari satu kantong ke kantong lain dalam lingkup partai berbasiskan paham kebangsaan. Partai Golkar dan PDI Perjuangan kehilangan suara yang diambil Partai Demokrat, Gerindra, dan Hanura.
Singkatnya, adalah moderat untuk mengatakan terjadi stagnasi perolehan suara partai berbasiskan agama jika dibandingkan dengan perolehan suara partai berbasiskan paham kebangsaan.
Sebaliknya, adalah moderat juga untuk menunjukkan partai berbasiskan paham kebangsaan pun sulit tumbuh menjadi partai yang sangat besar karena terjadi rebut-rebutan suara di antara mereka sendiri.
Pelajaran terpenting lainnya ialah partai baru hasil pertikaian ternyata tidak laku dijual. Maka, berhentilah cekcok lalu sok mendirikan partai baru.
Sumber: mediaindonesia.com, 16 Mei 2009 01:08 WIB
Comments :
0 komentar to “Stagnasi Partai Berbasiskan Agama”
Posting Komentar