PERAIRAN Ambalat kembali bergolak. Kapal perang Malaysia berkali-kali menerobos blok laut seluas 15.235 kilometer persegi di Kalimantan Timur itu. Dalam catatan TNI, sejak Januari 2009, sedikitnya sembilan kali Malaysia menerobos wilayah Indonesia.
Manuver kapal perang Malaysia dalam minggu-minggu terakhir ini tentu saja ingin menguji kesabaran Indonesia. Sebab, bukan hanya kali ini negeri jiran itu bertingkah. Hampir saban tahun mesin perang Malaysia dengan sengaja mempertontonkan kepongahannya di Ambalat.
Tentara Nasional Indonesia tentu saja tidak berpangku tangan. TNI Angkatan Laut mengerahkan tujuh kapal bersenjata lengkap untuk berpatroli di perairan antara Sulawesi dan Kalimantan itu. TNI Angkatan Udara tidak kalah siaga.
Dua unit pesawat Boeing 737 dan satu unit Sukhoi 27/30 disiagakan di Makassar. Mengapa Malaysia tergoda menguji kesabaran Indonesia? Pertama, kemenangan Malaysia atas sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan di Mahkamah Internasional pada 2002 telah melipatgandakan nafsu ekspansinya.
Pamer kekuatan Malaysia di Ambalat juga harus dibaca sebagai bagian dari nafsu ekspansi tersebut. Tinggal menunggu waktu yang tepat saja negeri itu mencaplok Ambalat. Kedua, Malaysia melalui informasi intelijennya sudah mengetahui persis kekuatan mesin perang Indonesia.
Karena itulah, dengan sangat atraktif, kapal dan pesawat perang Malaysia melakukan manuver di depan hidung mesin perang Indonesia yang sudah kekurangan tenaga. Kelakuan Malaysia di Ambalat itu sudah menyentuh sendi-sendi kedaulatan negara. Oleh karena itu, harus dilawan.
Negara yang ingin damai adalah negara yang siap perang. Akan tetapi, kredo itu selama ini kita rajut di atas mimpi.
Harus jujur diakui, tidak ada kemauan politik untuk membangun angkatan perang yang kuat. Hal itu tampak pada kecilnya anggaran. Melalui forum ini, kembali kita garis bawahi kecilnya anggaran itu.
Dalam APBN 2008, anggaran pertahanan hanya Rp36 triliun. Bahkan, untuk 2009, anggaran pertahanan menurun menjadi hanya Rp33,6 triliun. Sangat jauh jika dibandingkan dengan anggaran yang diajukan TNI, yakni Rp127 triliun.
Itu berarti, anggaran untuk TNI selama ini kurang dari 1% produk domestik bruto (PDB). Angka tersebut amat sangat kurang untuk menciptakan kekuatan angkatan bersenjata minimal sekalipun. Untuk mencapai kekuatan utama diperlukan anggaran 5% dari PDB.
Lebih tragis lagi, anggaran TNI yang kurang dari 1% PDB itu lebih banyak diserap untuk belanja pegawai dan kesejahteraan prajurit. Alat utama sistem persenjataan sendiri hanya menikmati sisa dari pos-pos anggaran tersebut.
Terbatasnya anggaran itu membuat negara ini membangun profesionalitas militer hanya bermodalkan semangat lewat aba-aba baris-berbaris, bukan dengan latihan berperang. Jangankan membeli sistem persenjataan baru, memelihara alat perang yang ada saja sudah ngos-ngosan.
Tanggung jawab atas kelemahan sistem persenjataan itu harus diletakkan di atas pundak pemerintah dan DPR yang memiliki hak konstitusional untuk membagi-bagi kue anggaran.
Kini, kita sebagai rakyat, ingin mendengarkan janji kampanye para calon pemimpin bangsa ini.
Apakah para calon presiden dan calon wakil presiden mempunyai program yang konkret untuk membangun militer yang kuat? Militer yang kuat tentu saja tidak sama maknanya dengan militerisme yang telah kita gusur melalui reformasi.
Sumber: mediaindonesia.com, Selasa, 02 Juni 2009 00:01 WIB
Manuver kapal perang Malaysia dalam minggu-minggu terakhir ini tentu saja ingin menguji kesabaran Indonesia. Sebab, bukan hanya kali ini negeri jiran itu bertingkah. Hampir saban tahun mesin perang Malaysia dengan sengaja mempertontonkan kepongahannya di Ambalat.
Tentara Nasional Indonesia tentu saja tidak berpangku tangan. TNI Angkatan Laut mengerahkan tujuh kapal bersenjata lengkap untuk berpatroli di perairan antara Sulawesi dan Kalimantan itu. TNI Angkatan Udara tidak kalah siaga.
Dua unit pesawat Boeing 737 dan satu unit Sukhoi 27/30 disiagakan di Makassar. Mengapa Malaysia tergoda menguji kesabaran Indonesia? Pertama, kemenangan Malaysia atas sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan di Mahkamah Internasional pada 2002 telah melipatgandakan nafsu ekspansinya.
Pamer kekuatan Malaysia di Ambalat juga harus dibaca sebagai bagian dari nafsu ekspansi tersebut. Tinggal menunggu waktu yang tepat saja negeri itu mencaplok Ambalat. Kedua, Malaysia melalui informasi intelijennya sudah mengetahui persis kekuatan mesin perang Indonesia.
Karena itulah, dengan sangat atraktif, kapal dan pesawat perang Malaysia melakukan manuver di depan hidung mesin perang Indonesia yang sudah kekurangan tenaga. Kelakuan Malaysia di Ambalat itu sudah menyentuh sendi-sendi kedaulatan negara. Oleh karena itu, harus dilawan.
Negara yang ingin damai adalah negara yang siap perang. Akan tetapi, kredo itu selama ini kita rajut di atas mimpi.
Harus jujur diakui, tidak ada kemauan politik untuk membangun angkatan perang yang kuat. Hal itu tampak pada kecilnya anggaran. Melalui forum ini, kembali kita garis bawahi kecilnya anggaran itu.
Dalam APBN 2008, anggaran pertahanan hanya Rp36 triliun. Bahkan, untuk 2009, anggaran pertahanan menurun menjadi hanya Rp33,6 triliun. Sangat jauh jika dibandingkan dengan anggaran yang diajukan TNI, yakni Rp127 triliun.
Itu berarti, anggaran untuk TNI selama ini kurang dari 1% produk domestik bruto (PDB). Angka tersebut amat sangat kurang untuk menciptakan kekuatan angkatan bersenjata minimal sekalipun. Untuk mencapai kekuatan utama diperlukan anggaran 5% dari PDB.
Lebih tragis lagi, anggaran TNI yang kurang dari 1% PDB itu lebih banyak diserap untuk belanja pegawai dan kesejahteraan prajurit. Alat utama sistem persenjataan sendiri hanya menikmati sisa dari pos-pos anggaran tersebut.
Terbatasnya anggaran itu membuat negara ini membangun profesionalitas militer hanya bermodalkan semangat lewat aba-aba baris-berbaris, bukan dengan latihan berperang. Jangankan membeli sistem persenjataan baru, memelihara alat perang yang ada saja sudah ngos-ngosan.
Tanggung jawab atas kelemahan sistem persenjataan itu harus diletakkan di atas pundak pemerintah dan DPR yang memiliki hak konstitusional untuk membagi-bagi kue anggaran.
Kini, kita sebagai rakyat, ingin mendengarkan janji kampanye para calon pemimpin bangsa ini.
Apakah para calon presiden dan calon wakil presiden mempunyai program yang konkret untuk membangun militer yang kuat? Militer yang kuat tentu saja tidak sama maknanya dengan militerisme yang telah kita gusur melalui reformasi.
Sumber: mediaindonesia.com, Selasa, 02 Juni 2009 00:01 WIB
Comments :
0 komentar to “Membangun Angkatan Perang”
Posting Komentar