Kutawaringin Kawasan Olahraga Terpadu


Headline

Jl. Raya Soreang-Cipatik KM. 5,8
Email: kutawaringin@gmail.com
Phone/Fax: +62 22 85873789

Kutawaringin

31 Juli 2009

Mengamputasi Pimpinan MPR

KONSTRUKSI bangunan parlemen tetap menjadi masalah serius negara ini. Reformasi yang sudah bergulir selama satu dekade, harus jujur diakui, telah gagal mengonstruksi ulang rumah wakil rakyat itu. Parlemen sesungguhnya belum tersentuh oleh arus reformasi hingga kini. Padahal, desain parlemen yang dirancang dalam amendemen ketiga dan keempat UUD 1945 sesungguhnya sangat jelas. Yaitu bangunan parlemen terdiri dari dua kamar yang disebut bikameral. Perbedaan mendasar dua kamar itu adalah pada orientasi kepentingan. Kamar yang diisi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berorientasi pada kepentingan nasional dan kamar yang dihuni Dewan Perwakilan Daerah (DPD) berorientasi pada kepentingan daerah. Dua kamar itu sama-sama mewakili rakyat. Ketika penghuni dua kamar yang dipilih lewat pemilihan umum itu rapat bersama-sama membahas kepentingan rakyat, rapat itulah yang disebut Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Jadi, sangatlah terang-benderang, MPR tidak memiliki kamar tersendiri dalam bangunan parlemen yang dikehendaki konstitusi. MPR hanyalah joint session. Karena itulah, secara sadar pula, MPR sebagai lembaga tertinggi negara telah diturunkan 'pangkatnya' dan juga 'martabatnya' menjadi sejajar dengan DPR dan DPD. MPR bukan sebagai pelaksana kedaulatan rakyat. Akan tetapi, adalah sangat ironis, DPR bersama pemerintah saat ini sama sekali tidak memiliki kemauan politik untuk mereformasi parlemen. Keberadaan MPR tetap dipertahankan sebagai kamar tersendiri sehingga parlemen bikameral menjelma menjadi trikameral. Ini jelas sebuah kesalahan, bahkan penyimpangan. Namun, kesalahan dan penyimpangan dari desain parlemen itu justru terus dipertahankan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Rancangan undang-undang itu tinggal menunggu disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada 3 Agustus mendatang. MPR tetap diberi alat kelengkapan. Pimpinan majelis malah ditambah seorang lagi sehingga menjadi lima orang, yang terdiri atas 1 ketua yang berasal dari DPR dan 4 wakil ketua dengan rincian 2 dari DPR dan 2 lainnya dari DPD. Jumlah pimpinan majelis diperbanyak hanya untuk membagi-bagi jabatan dan membagi-bagi rezeki. Konsekuensi MPR bukan joint session sudah terbentang di depan mata, yaitu negara harus mengeluarkan uang miliaran rupiah setiap tahun untuk membiayai kesekretariatan majelis. Pimpinan MPR diberi mobil dan rumah dinas serta mendapatkan hak-hak protokoler sebagai pejabat tinggi negara. Harus jujur kita katakan, sekalipun pahit, inilah saatnya mereformasi parlemen dengan membubarkan pimpinan majelis. Sebab, selama ini, pimpinan majelis ada atau tiada sama saja. Ada tidak menggenapkan dan tiada pun tidak mengganjilkan. Tugas yang tampak dikerjakan pimpinan majelis hanya menghadiri acara-acara seremoni kenegaraan. Karena itu, sesuai dengan pengakuan Wakil Ketua MPR AM Fatwa, mereka sering mencari-cari pekerjaan. Inilah pimpinan lembaga negara yang terhormat yang hakikatnya penganggur terselubung. Reformasi parlemen sudah sangat mendesak. Pimpinannya diamputasi dan Ketua MPR cukup dijabat bergilir oleh Ketua DPR dan Ketua DPD. Tidak ada pemborosan uang negara dan yang lebih penting lagi, mereka tidak mencari-cari pekerjaan.

Comments :

1
Anonim mengatakan...
on 

LEDs, first developed in the early 1960s, produce light by
moving electrons through a semiconductor. For the LED
light, there are mainly 3 kinds of white colors - warm white,
natural white and cool white. The much talked about drawback, the lack of evenly distributed light in LED lamps too has been now satisfactorily sorted out by
Sharp with their proprietary coating technique of the glass
enclosure.

Also visit my weblog ... Stehleuchten

Posting Komentar

Pengikut

Sponsor

 

Copyright © 2009 by Kecamatan Kutawaringin Powered By Blogger Design by ET