JAKARTA, (PR).-
Tingkat pengangguran dan kemiskinan pada tahun depan diperkirakan masih tinggi, masing-masing sebesar 8 sampai 12 persen dan 12 sampai 14 persen. Hal itu berdasarkan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar lima persen dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2010.
"Dengan pertumbuhan lima persen, tidak cukup untuk menyerap seluruh tenaga kerja yang memasuki usia kerja, sehingga pengangguran dan kemiskinan masih akan tinggi," kata Ekonom Kepala pada The Indonesia Economic Intelligence (IEI), Sunarsip di Jakarta, Minggu (2/8).
Menurut rencana, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidato kenegaraan mengenai Nota Keuangan dan RAPBN tahun 2010 pada Sidang Paripurna DPR, di Jakarta, Senin (3/8). Pidato ini disampaikan lebih awal karena transisi jabatan di DPR yang akan berlangsung pada bulan September 2009.
Sebelumnya, Presiden memberi gambaran bahwa postur RAPBN 2010 akan mendukung upaya pemulihan ekonomi terkait krisis keuangan global. "Apa yang sudah dilakukan pada waktu lalu dengan adanya stimulus sebesar Rp 70 triliun akan dilakukan lagi waktu mendatang sehingga harus siap mengalami defisit anggaran sebesar 1,6 persen," katanya.
Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, defisit sebesar 1,6 persen itu masih tergolong wajar dan kecil bila dibandingkan dengan defisit anggaran sejumlah negara lainnya yang juga tengah menghadapi krisis keuangan global.
Direktur Perencanaan Makro Bappenas Bambang Prijambodo memperkirakan, volume RAPBN 2010 diproyeksikan lebih kecil dari volume APBN 2009, sehingga tidak mencapai Rp 1.000 triliun. Hal itu karena pemerintah melihat kondisi ekonomi global membaik, sehingga pengeluaran untuk stimulus ekonomi domestik dikurangi.
"Dalam APBN 2009, belanja negara memang sebesar Rp 1.000 triliun. Namun, dalam RAPBN Perubahan 2009, volumenya mengecil menjadi Rp 998 triliun, karena ada penerimaan pajak dan nonpajak yang berkurang, juga ada penerimaan migas yang berkurang. RAPBN-P 2009 akan menjadi basis penyusunan RAPBN 2010," katanya.
Tetap ada subsidi
Sunarsip mengatakan, RAPBN 2010 belum melihat realitas ekonomi global, karena masih merujuk pada keberadaan ekonomi Amerikat Serikat (AS), sementara ekonomi Cina kurang dijadikan rujukan analisis situasi.
Inflasi tahun depan diperkirakan mencapai 4 sampai 6 persen, dan suku bunga SBI sebesar 5 sampai 7 persen. Defisit APBN akan dijaga pada kisaran 1 sampai 2 persen. Kurs rupiah pada kisaran Rp 9.700,00 sampai Rp 10.200,00 per dolar AS. Suku bunga Bank Indonesia diperkirakan mencapai 5 sampai 7 persen.
Dia menduga, pada 2010 BI rate sulit di jaga pada kisaran enam persen, karena seiring membaiknya ekonomi diperkirakan akan terjadi outflow, sehingga BI harus mewaspadai potensi tersebut. "SBI enam persen adalah target dari pemerintah, namun sebaiknya BI harus menggunakan patokannya sendiri karena adanya ancaman outflow. Selain itu, BI rate yang semakin rendah pada 2010 tidak akan menjadi hal yang menarik bagi investor," katanya.
Menurut Sunarsip, pemerintah masih akan melanjutkan sejumlah program subsidi dalam rangka menjaga daya beli masyarakat miskin, meskipun besaran subsidi akan berkurang dan mekanismenya akan berubah dari subsidi harga ke target subsidi. "Hal ini karena pemerintah tampaknya akan menerapkan harga BBM ke mekanisme pasar," katanya.
Pemerintah juga akan melanjutkan stimulus fiskal meski nilainya tidak signifikan untuk mendukung stimulus fiskal yang sudah direncanakan pada 2009. Pemerintah juga harus melakukan revitalisasi industri, terutama industri manufaktur.
Sementara itu, pengamat ekonomi Ahmad Erani Yustika menyarankan agar anggaran belanja yang tidak mendesak dalam RAPBN 2010 dipangkas sehingga tidak memaksa pemerintah menambah jumlah utang. "Lebih baik sekarang ini APBN direalokasi. Pangkas yang tidak terlalu mendesak," kata Direktur Eksekutif Indef ini di Jakarta, akhir pekan lalu.
Ia mencontohkan, anggaran belanja yang perlu dipangkas misalnya stimulus fiskal. Belanja itu perlu dipangkas hingga lima puluh persen karena sampai Juli 2009 ini, penyerapannya sangat rendah. "Penyerapan anggaran belanja stimulus sampai Juli ini baru sekitar lima persen," katanya.
Dia merasa yakin, dengan adanya pemangkasan belanja yang tidak mendesak dan efisiensi APBN, pemerintah tidak perlu menambah utang atau menjual obligasi.
Menurut Ahmad Erani, ke depan pemerintah perlu meminimalkan penjualan obligasi atau berutang karena akan memberatkan dalam jangka panjang. "Memang saat ini ada penurunan penerimaan pajak, tetapi ini tidak permanen. Tahun depan akan naik lagi seiring pemulihan ekonomi," katanya. (A-78/A-109)***
Comments :
0 komentar to “Kemiskinan Masih Tinggi”
Posting Komentar