Kutawaringin Kawasan Olahraga Terpadu


Headline

Jl. Raya Soreang-Cipatik KM. 5,8
Email: kutawaringin@gmail.com
Phone/Fax: +62 22 85873789

Kutawaringin

03 Agustus 2009

Nalar dan Kejujuran

SEBUAH pertarungan serius antara nalar dan kejujuran sesungguhnya sedang terjadi di panggung politik Republik ini. Inilah pertarungan dua kubu dengan dua nilai yang klasik, tetapi kapan saja bisa tetap aktual.
Yang ideal adalah bila nalar yang berbasiskan akal sehat bertemu dengan kejujuran yang berbasiskan hati yang sehat alias hati nurani. Bila dua kualitas itu tumbuh, selaras, tidak pecah belah, segala sesuatu menjadi indah.
Namun, yang namanya ideal merupakan perkara yang jarang terjadi. Tidak kecuali--atau bahkan terutama--di ranah politik.
Dan itulah yang sekarang sedang dihadapi bangsa dan negara ini. Yaitu nalar dan kejujuran berpisah jauh.
Yang merasa menang Pemilu Presiden 2009 berpandangan apa pun hiruk-pikuk dinamika politik yang ada, masyarakat bisa mencerna dan menalar dengan baik, bahkan menilai mana yang logis dan mana yang tidak logis.
Dalam pandangan ini implisit bahwa yang logis adalah yang benar. Dan karena konteksnya menyangkut kompetisi yang logis itulah pula yang menang.
Sebaliknya, kubu kejujuran berpandangan bahwa persoalan bukan menang atau kalah. Yang menjadi perkara apakah kompetisi berlangsung dengan jujur atau tidak.
Bukankah yang logis belum tentu jujur? Sebaliknya, yang jujur belum tentu logis? Bukanlah bisa juga terjadi sekaligus keduanya, tak logis dan pula tak jujur?
Satu saja terjadi dari semua pertanyaan itu adalah cacat. Lebih-lebih bila keduanya terjadi, tidak nalar dan tidak jujur, merupakan cacat berat. Cacat berat karena melawan akal sehat dan juga melawan hati nurani.
Lalu, apakah yang akan diputuskan Mahkamah Konstitusi menghadapi pertarungan antara nalar dan kejujuran itu? Di manakah keadilan akan ditempatkan ketika akal sehat berhadapan dengan hati nurani? Bukankah seorang saja hak konstitusionalnya dilenyapkan sudah lebih dari cukup untuk mengganggu nurani? Namun, bukankah akal sehat bilang, kemaslahatan umum lebih penting daripada hak suara 20 juta orang yang berarti cuma 12% dari jumlah pemilih?
Pemilu 2009 telah berakhir dengan lebih hiruk, lebih pikuk, serta lebih keruh. Itulah sebabnya, pemilu kali ini tidak membawa kebanggaan. Setengah bangga pun tidak, apalagi dengan penuh kebanggaan.
Berbeda benar dengan kebanggaan pada Pemilu 2004. Itulah pemilu yang menyebabkan Indonesia dicatat sebagai negara demokratis terbesar di dunia bersama Amerika Serikat dan India. Namun, sekarang predikat itu lenyap sudah.
Yang kita miliki sekarang adalah Komisi Pemilihan Umum yang memalukan. Yang kita punya sekarang adalah langkah mundur karena demokrasi itu dijalani dengan perpisahan yang serius antara nalar dan kejujuran.
Namun, pesimisme bukan pilihan yang sehat. Patriot kecil, terlebih patriot besar, tidak mengenal kata 'mutung' atau sakit hati kepada Republik.
Lagi pula, sejarah Pemilu 2009 belum selesai ditulis. Masih ada kepercayaan besar kepada Mahkamah Konstitusi yang mulai besok menyidangkan perkara pemilu presiden.
Kepercayaan yang hebat karena di situ ada ujian untuk mengembalikan bertemunya nalar dan kejujuran, bersuanya kembali akal sehat dan hati nurani. Kepercayaan akan tegaknya yang ideal, yang lahir karena kearifan sebuah mahkamah.
Setelah itu, apa pun keputusannya, orang harus menerimanya dengan final, sekalipun tidak logis dan tidak jujur...

Sent from my BlackBerry® powered by

Comments :

0 komentar to “Nalar dan Kejujuran”

Posting Komentar

Pengikut

Sponsor

 

Copyright © 2009 by Kecamatan Kutawaringin Powered By Blogger Design by ET