POLISI kembali menorehkan prestasi membanggakan. Detasemen Khusus 88 Antiteror menembak mati dua bersaudara pentolan teroris yang paling dicari setelah Noordin M Top. Kedua teroris itu, Syaifudin Zuhri dan Mohamad Syahrir, 'diselesaikan' di sebuah tempat kos di Ciputat, Tangerang, Banten, Jumat (9/10), hanya berselang 22 hari setelah polisi menghabisi Noordin M Top.
Zuhri dan Syahrir memiliki andil penting dalam peledakan bom di JW Marriott dan Ritz-Carlton. Zuhri yang merekrut calon bomber bunuh diri Dani Dwi Permana dan Nana yang meledakkan bom di kedua hotel itu pada 17 Juli lalu. Syahrir yang mengatur dan menyembunyikan kelompok pengebom itu.
Penembakan di tempat kos di Ciputat, Tangerang, itu menambah lagi satu perspektif tentang teroris. Teroris itu ada di sekitar kita. Syaifudin dan Syahrir memilih berada di tengah komunitas intelektual, yakni mahasiswa.
Mereka menjadikan mahasiswa sebagai tameng hidup. Kos bersama mahasiswa dianggap bisa menjadi perisai yang mengelabui dari kejaran polisi.
Teroris itu pandai sekali menyesuaikan diri. Tetangga tak akan mengira bahwa mereka adalah pasukan berani mati yang tak gentar memanggul bom untuk diledakkan bersama diri mereka. Sebab, di tengah masyarakat umum, mereka adalah orang-orang santun dan 'innocence'.
Mereka tetangga yang manis, ramah bertegur sapa, bahkan mau bekerja bakti di kampung-kampung bersama masyarakat. Tidak ada yang aneh dengan perilaku mereka.
Namun, tatkala Densus 88 menangkap atau menembak mati mereka, barulah kita terperangah. Ternyata kita bertetangga dengan teroris. Memori kita pun terbuka satu per satu. Kita bisa dengan lancar menyusun setumpuk keanehan sikap dan perilaku mereka yang mencurigakan sebelumnya.
Penggerebekan di Ciputat itu menegaskan kembali betapa ingatan kolektif kita demikian pendek dan majal. Pendek karena berulang kali diingatkan agar aparat desa memeriksa kartu tanda penduduk setiap warga yang baru, tetapi kita suka alpa melakukannya. Majal karena kita cenderung tidak peduli dengan apa saja yang dilakukan tetangga.
Namun kita gembira karena polisi, khususnya Densus 88, bekerja seperti angin. Tidak kelihatan, tetapi tiba-tiba seperti badai yang bisa memorak-porandakan. Dalam sekejap Densus 88 sudah mengepung tempat kos Syaifudin dan Syahrir dan langsung memberondong keduanya hingga tewas.
Tewasnya teroris di satu sisi pasti menggembirakan, tetapi di sisi lain menimbulkan kecemasan. Kita cemas karena jika tidak ada pentolan teroris yang ditangkap hidup-hidup, kita akan kehilangan sumber informasi mengenai jaringan terorisme beserta anggotanya.
Kita percaya Densus 88 sudah memiliki informasi akurat mengenai jaringan teroris di Tanah Air. Kita pun percaya, polisi akan melumpuhkan satu per satu pelaku teror sehingga rasa cemas kita segera sirna. Akan tetapi, selain itu kita pun berharap Densus 88 berhasil menangkap hidup-hidup teroris, agar lebih banyak, lebih detail, dan lebih mendalam lagi informasi yang bisa digali sehingga jaringan teroris di negeri ini dapat dihabisi dengan tuntas.
Dengan demikian, kita pun percaya bahwa tetangga yang manis di sebelah kita bukanlah teroris yang sedang diuber Densus 88 Antiteror karena semuanya sudah dibabat hingga ke akar-akarnya.
Zuhri dan Syahrir memiliki andil penting dalam peledakan bom di JW Marriott dan Ritz-Carlton. Zuhri yang merekrut calon bomber bunuh diri Dani Dwi Permana dan Nana yang meledakkan bom di kedua hotel itu pada 17 Juli lalu. Syahrir yang mengatur dan menyembunyikan kelompok pengebom itu.
Penembakan di tempat kos di Ciputat, Tangerang, itu menambah lagi satu perspektif tentang teroris. Teroris itu ada di sekitar kita. Syaifudin dan Syahrir memilih berada di tengah komunitas intelektual, yakni mahasiswa.
Mereka menjadikan mahasiswa sebagai tameng hidup. Kos bersama mahasiswa dianggap bisa menjadi perisai yang mengelabui dari kejaran polisi.
Teroris itu pandai sekali menyesuaikan diri. Tetangga tak akan mengira bahwa mereka adalah pasukan berani mati yang tak gentar memanggul bom untuk diledakkan bersama diri mereka. Sebab, di tengah masyarakat umum, mereka adalah orang-orang santun dan 'innocence'.
Mereka tetangga yang manis, ramah bertegur sapa, bahkan mau bekerja bakti di kampung-kampung bersama masyarakat. Tidak ada yang aneh dengan perilaku mereka.
Namun, tatkala Densus 88 menangkap atau menembak mati mereka, barulah kita terperangah. Ternyata kita bertetangga dengan teroris. Memori kita pun terbuka satu per satu. Kita bisa dengan lancar menyusun setumpuk keanehan sikap dan perilaku mereka yang mencurigakan sebelumnya.
Penggerebekan di Ciputat itu menegaskan kembali betapa ingatan kolektif kita demikian pendek dan majal. Pendek karena berulang kali diingatkan agar aparat desa memeriksa kartu tanda penduduk setiap warga yang baru, tetapi kita suka alpa melakukannya. Majal karena kita cenderung tidak peduli dengan apa saja yang dilakukan tetangga.
Namun kita gembira karena polisi, khususnya Densus 88, bekerja seperti angin. Tidak kelihatan, tetapi tiba-tiba seperti badai yang bisa memorak-porandakan. Dalam sekejap Densus 88 sudah mengepung tempat kos Syaifudin dan Syahrir dan langsung memberondong keduanya hingga tewas.
Tewasnya teroris di satu sisi pasti menggembirakan, tetapi di sisi lain menimbulkan kecemasan. Kita cemas karena jika tidak ada pentolan teroris yang ditangkap hidup-hidup, kita akan kehilangan sumber informasi mengenai jaringan terorisme beserta anggotanya.
Kita percaya Densus 88 sudah memiliki informasi akurat mengenai jaringan teroris di Tanah Air. Kita pun percaya, polisi akan melumpuhkan satu per satu pelaku teror sehingga rasa cemas kita segera sirna. Akan tetapi, selain itu kita pun berharap Densus 88 berhasil menangkap hidup-hidup teroris, agar lebih banyak, lebih detail, dan lebih mendalam lagi informasi yang bisa digali sehingga jaringan teroris di negeri ini dapat dihabisi dengan tuntas.
Dengan demikian, kita pun percaya bahwa tetangga yang manis di sebelah kita bukanlah teroris yang sedang diuber Densus 88 Antiteror karena semuanya sudah dibabat hingga ke akar-akarnya.
Sent from my BlackBerry® powered by
Comments :
0 komentar to “Teroris di Sekitar Kita”
Posting Komentar