KOMISI Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan hasil pemilu legislatif yang digelar pada 9 April 2009. Inilah pemilu yang menelan biaya sangat besar dengan hasil sangat minimal. Hasil minimal sebagai buah karya amburadul KPU.
Hasil minimal itu bisa dilihat dari sangat besarnya jumlah golput, yaitu mencapai 49.677.076 orang atau 29,01% dari jumlah pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap.
Angka golput itu sangat fantastis sebab jumlahnya jauh lebih besar daripada perolehan suara Partai Demokrat yang ditetapkan sebagai pemenang pemilu. Demokrat cuma meraih 20,85% suara. Bahkan, angka golput melampaui gabungan suara Golkar (14,45%) dan PDIP (14,03%) yang menjadi pemenang kedua dan ketiga dalam pemilu legislatif.
Tidak hanya itu. Golput hanya kalah dengan selisih 3,37% jika suara enam partai papan bawah yang lolos ke DPR digabungkan.
Golput di masa lalu merupakan kristalisasi sikap kritis kaum terpelajar menyikapi kondisi bangsanya di bawah rezim otoriter.
Dalam pemilu kali ini, golput lebih banyak akibat kesalahan negara. Bukan karena keinginan warga. Pertama, ketidakpahaman pemilih akibat perubahan dari sistem mencoblos menjadi mencentang. Itu jelas dosa pemerintah dan DPR, yang mengubah sistem tersebut tanpa mempertimbangkan bahwa rakyat hanya tahu memilih adalah sama dengan mencoblos.
Kedua, kesalahan negara, dalam hal ini KPU, yang gagal melakukan sosialisasi. KPU lebih gemar melakukan sosialisasi pemilu ke luar negeri daripada di dalam negeri.
Ketiga, banyak warga yang menjadi golput karena namanya tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap. Itu jelas juga kesalahan pemerintah dan KPU karena KPU mengambil data penduduk yang berasal dari Departemen Dalam Negeri yang tidak akurat.
Karut-marut pelaksanaan pemilu juga tecermin dari penetapan rekapitulasi penghitungan suara nasional yang dilaksanakan di Kantor KPU, Jakarta, Sabtu (9/5) malam. Jumlah suara sah dalam Pemilu 2009 mencapai 104.099.785 suara, sedangkan suara tidak sah mencapai 17.488.581 suara. Itu berarti jumlah suara sah pemilu kali ini turun 15,88% dari Pemilu 2004 yang mencapai 76,66%.
Amburadulnya pelaksanaan pemilu semakin terlihat dalam penetapan rekapitulasi yang sesungguhnya tidak bisa disebut sebagai rekapitulasi nasional. Sebab penetapan nasional seharusnya tanpa catatan dan mencakup perolehan suara semua partai di semua daerah pemilihan.
Padahal, sejumlah catatan mewarnai ketetapan KPU tentang perolehan suara hasil pemilu legislatif. Catatan diberikan untuk hasil rekapitulasi Sumatra Utara yang belum memasukkan hasil perolehan suara enam kecamatan di Nias Selatan dan hasil rekapitulasi Papua akibat adanya perbedaan data yang dimiliki KPU provinsi dengan saksi.
Selain golput sebagai pemenang, Pemilu 2009 menunjukkan hanya ada sembilan partai yang memiliki hak untuk hidup, yaitu berhasil meraih suara melampaui ambang batas 2,5% sehingga dapat memiliki wakil di DPR. Selebihnya, sebanyak 29 partai harus gigit jari dan sebaiknya bergabung dengan partai lain atau membubarkan diri.
Yang tak kalah penting ialah hendaknya KPU berbenah diri agar pemilu presiden berlangsung lebih baik dengan daftar pemilih tetap yang akurat dan kredibel. Jangan sampai terjadi pemerintahan yang baru kelak merupakan pemerintahan dengan legitimasi yang rendah karena presidennya dipilih melalui pemilu yang buruk.
Hasil minimal itu bisa dilihat dari sangat besarnya jumlah golput, yaitu mencapai 49.677.076 orang atau 29,01% dari jumlah pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap.
Angka golput itu sangat fantastis sebab jumlahnya jauh lebih besar daripada perolehan suara Partai Demokrat yang ditetapkan sebagai pemenang pemilu. Demokrat cuma meraih 20,85% suara. Bahkan, angka golput melampaui gabungan suara Golkar (14,45%) dan PDIP (14,03%) yang menjadi pemenang kedua dan ketiga dalam pemilu legislatif.
Tidak hanya itu. Golput hanya kalah dengan selisih 3,37% jika suara enam partai papan bawah yang lolos ke DPR digabungkan.
Golput di masa lalu merupakan kristalisasi sikap kritis kaum terpelajar menyikapi kondisi bangsanya di bawah rezim otoriter.
Dalam pemilu kali ini, golput lebih banyak akibat kesalahan negara. Bukan karena keinginan warga. Pertama, ketidakpahaman pemilih akibat perubahan dari sistem mencoblos menjadi mencentang. Itu jelas dosa pemerintah dan DPR, yang mengubah sistem tersebut tanpa mempertimbangkan bahwa rakyat hanya tahu memilih adalah sama dengan mencoblos.
Kedua, kesalahan negara, dalam hal ini KPU, yang gagal melakukan sosialisasi. KPU lebih gemar melakukan sosialisasi pemilu ke luar negeri daripada di dalam negeri.
Ketiga, banyak warga yang menjadi golput karena namanya tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap. Itu jelas juga kesalahan pemerintah dan KPU karena KPU mengambil data penduduk yang berasal dari Departemen Dalam Negeri yang tidak akurat.
Karut-marut pelaksanaan pemilu juga tecermin dari penetapan rekapitulasi penghitungan suara nasional yang dilaksanakan di Kantor KPU, Jakarta, Sabtu (9/5) malam. Jumlah suara sah dalam Pemilu 2009 mencapai 104.099.785 suara, sedangkan suara tidak sah mencapai 17.488.581 suara. Itu berarti jumlah suara sah pemilu kali ini turun 15,88% dari Pemilu 2004 yang mencapai 76,66%.
Amburadulnya pelaksanaan pemilu semakin terlihat dalam penetapan rekapitulasi yang sesungguhnya tidak bisa disebut sebagai rekapitulasi nasional. Sebab penetapan nasional seharusnya tanpa catatan dan mencakup perolehan suara semua partai di semua daerah pemilihan.
Padahal, sejumlah catatan mewarnai ketetapan KPU tentang perolehan suara hasil pemilu legislatif. Catatan diberikan untuk hasil rekapitulasi Sumatra Utara yang belum memasukkan hasil perolehan suara enam kecamatan di Nias Selatan dan hasil rekapitulasi Papua akibat adanya perbedaan data yang dimiliki KPU provinsi dengan saksi.
Selain golput sebagai pemenang, Pemilu 2009 menunjukkan hanya ada sembilan partai yang memiliki hak untuk hidup, yaitu berhasil meraih suara melampaui ambang batas 2,5% sehingga dapat memiliki wakil di DPR. Selebihnya, sebanyak 29 partai harus gigit jari dan sebaiknya bergabung dengan partai lain atau membubarkan diri.
Yang tak kalah penting ialah hendaknya KPU berbenah diri agar pemilu presiden berlangsung lebih baik dengan daftar pemilih tetap yang akurat dan kredibel. Jangan sampai terjadi pemerintahan yang baru kelak merupakan pemerintahan dengan legitimasi yang rendah karena presidennya dipilih melalui pemilu yang buruk.
Comments :
0 komentar to “Pemilu dengan Hasil Minimal”
Posting Komentar