BANDUNG, (PRLM).- Pengamat hukum Yesmil Anwar mengatakan, perilaku sektarian dan koruptif para anggota dewan sebenarnya bisa dicegah, jika mereka mematuhi Undang-undang No 28/1999 mengenai Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi serta UU mengenai Tindak Pidana Korupsi.
Sebenarnya kedua UU ini sudah efektif dalam menjerat perilaku penyelenggara negara yang koruptif. Akan tetapi, dalam kenyataannya, untuk membuktikan korupsi yang dilakukan anggota dewan dan penyelenggara negara lainnya seringkali mengalami kebuntuan.
Pasalnya, kata Yesmil, melihat fenomena yang ada selama ini, ada kecenderungan anggota dewan ingin membobol kas negara. Akibat motif tersebut, produk yang dihasilkan pun diarahkan untuk menggolkan kepentingan mereka.
Untuk membuktikan perilaku koruptif anggota dewan, kata Yesmil, perlu dilakukan penyelidikan yang mendalam, yang beradasrkan pada pasal-pasal dalam UU No 28/1999 dan UU mengenai Tindak Pidana Korupsi.
Dicontohkan Yesmil, terkait dengan proses pembuatan anggaran, perilaku anggota dewan dapat dikategorikan koruptif jika menacakup hal sebagai berikut : negara dirugikan atas anggaran yang dibuat, anggaran itu menguntungkan orang lain atau partai, dan terakhir anggaran dibuat beradsarkan kepentingan pembuat bujet.
Terkait soal anggaran yang dibuat berdasarkan kepentingan pembuat anggaran, penggiat LSM anak dan perempuan Andi Akbar itu mengatakan, selama ini soal distribusi anggaran ke masyarakat seringkali tidak jelas dan tidak transparan.
Banyak dana dialokasikan untuk institusi-institusi yang kinerjanya tidak jelas. Tambahan pula, ada indikasi institusi yang mendapat dana bantuan memiliki koneksi dengan pembuat anggaran.
"Kita dulu mengenal LSM pelat merah, sekarang pun di era multi partai, LSM yang demikian masih eksis," kata Andi. Dalam hal ini, ada indikasi sejumlah organisasi sengaja dibuat untuk menampung dana yang telah dianggarkan.
Jika organisasi itu kinerjanya jelas dan bukan menjadi corong partai, kata Andi, hal itu tidak masalah. Akan tetapi, penerima bantuan itu punya koneksi dengan pembuat anggaran, padahal anggaran itu untuk mengakomodasi kepentingan semua masyarakat bukan untuk kelompok tertentu. (A-133/A-26).***
Sebenarnya kedua UU ini sudah efektif dalam menjerat perilaku penyelenggara negara yang koruptif. Akan tetapi, dalam kenyataannya, untuk membuktikan korupsi yang dilakukan anggota dewan dan penyelenggara negara lainnya seringkali mengalami kebuntuan.
Pasalnya, kata Yesmil, melihat fenomena yang ada selama ini, ada kecenderungan anggota dewan ingin membobol kas negara. Akibat motif tersebut, produk yang dihasilkan pun diarahkan untuk menggolkan kepentingan mereka.
Untuk membuktikan perilaku koruptif anggota dewan, kata Yesmil, perlu dilakukan penyelidikan yang mendalam, yang beradasrkan pada pasal-pasal dalam UU No 28/1999 dan UU mengenai Tindak Pidana Korupsi.
Dicontohkan Yesmil, terkait dengan proses pembuatan anggaran, perilaku anggota dewan dapat dikategorikan koruptif jika menacakup hal sebagai berikut : negara dirugikan atas anggaran yang dibuat, anggaran itu menguntungkan orang lain atau partai, dan terakhir anggaran dibuat beradsarkan kepentingan pembuat bujet.
Terkait soal anggaran yang dibuat berdasarkan kepentingan pembuat anggaran, penggiat LSM anak dan perempuan Andi Akbar itu mengatakan, selama ini soal distribusi anggaran ke masyarakat seringkali tidak jelas dan tidak transparan.
Banyak dana dialokasikan untuk institusi-institusi yang kinerjanya tidak jelas. Tambahan pula, ada indikasi institusi yang mendapat dana bantuan memiliki koneksi dengan pembuat anggaran.
"Kita dulu mengenal LSM pelat merah, sekarang pun di era multi partai, LSM yang demikian masih eksis," kata Andi. Dalam hal ini, ada indikasi sejumlah organisasi sengaja dibuat untuk menampung dana yang telah dianggarkan.
Jika organisasi itu kinerjanya jelas dan bukan menjadi corong partai, kata Andi, hal itu tidak masalah. Akan tetapi, penerima bantuan itu punya koneksi dengan pembuat anggaran, padahal anggaran itu untuk mengakomodasi kepentingan semua masyarakat bukan untuk kelompok tertentu. (A-133/A-26).***
Comments :
0 komentar to “Perilaku Koruptif Bisa Dicegah”
Posting Komentar