JAKARTA, (PRLM).-Asosiasi lembaga survei yang tergabung dalam Asosiasi Riset Opini Publik (AROPI) mengajukan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang Undang No. 42/2008 (UU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden/Pilpres) yakni pasal 188, 228 dan 255. Pasal-pasal itu dinilai bertentangan dengan UUD 1945 dan dapat mematikan lembaga survei di Indonesia.
"Pasal-pasal yang ada dalam UU Pilpres itu bisa membuat peneliti survei opini publik dan quick count masuk penjara jika mengumumkan survei di hari tenang dan publikasi quick count di hari pemilu," kata Ketua Umum AROPI Denny J.A di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jln. Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (26/5).
Bagi AROPI, permohonan uji materi ke MK ini merupakan yang kedua kalinya. AROPI pernah mengajukan uji materi kepada ke MK terhadap Undang Undang No. 10/2008 (UU Pemilu Legislatif) pasal 245. MK pun mengabulkan permohonan AROPI itu sehingga lembaga survei bisa mengumumkan hasil survei opinipublik maupun penghitungan cepat pemilu pada hari-H pemilu.
Menurut Denny, ayat dan pasal yang terdapat dalam UU Pilpres itu mengulangi ketentuan serupa yang ada pada UU No. 10/2008 tentang Pemilu Legislatif. UU Pilpres melarang pengumuman survei di hari tenang, publikasi penghitungan cepat di hari pemilu dan mengancam tindakan pidana bagi yang melanggar ketentuan itu.
Adapan bunyi pasal yang dipersoalkan AROPI itu yakni pasal 188 ayat 2," Hasil survei atau jajak pendapat tidak boleh diumumkan dan/atau disebarluaskan dimasa tenang". Ayat 3 berbunyi,"Hasil penghitungan cepat dapat diumumkan dan/atau disebarluaskan paling cepat pada hasi berikutnya dari hari/tanggal pemungutan suara". Ayat 5 berbunyi," Pelanggaran terhadap ketentuan ayat 2, 3 dan 4 merupakan tindak pidana Pilpres".
Pasal 228 UU Pilpres berbunyi," Setiap orang yang mengumumkan dan/atau menyebarluaskan hasil survei atau hasil jajak pendapat dalam masa tenang yangdapat bertujuan mempengaruhi pemilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga bulan dan paling lama 12 bulan dan denda paling sedikit Rp 3.000.000,00 dan paling banyak Rp 12.000.000.
Sedangkan pasal 255 UU Pilpres berbunyi," Setiap orang atau lembaga yang mengumumkan hasil penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama 18 bulan dan denda paling sedikit Rp 6.000.000,00 dan paling banyak Rp 18.000.000.
"Larangan pengumuman hasil survei pad amas atenang menjelang pemilu, maupun pengumuman hasil quick count begitu selesai pemungutan suara tidak sesuai dengan hak konstitusional dan tidak sejalan dengan ketentuan pasal 28F UUD 1945," kata Denny J.A didampingi Sekjen Aropi Umar S. Bakry dan kuasa hukum Andi M. Asrun, seusai menyerahkan berkas ke Gedung MK. (A-130/A-50)***
"Pasal-pasal yang ada dalam UU Pilpres itu bisa membuat peneliti survei opini publik dan quick count masuk penjara jika mengumumkan survei di hari tenang dan publikasi quick count di hari pemilu," kata Ketua Umum AROPI Denny J.A di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jln. Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (26/5).
Bagi AROPI, permohonan uji materi ke MK ini merupakan yang kedua kalinya. AROPI pernah mengajukan uji materi kepada ke MK terhadap Undang Undang No. 10/2008 (UU Pemilu Legislatif) pasal 245. MK pun mengabulkan permohonan AROPI itu sehingga lembaga survei bisa mengumumkan hasil survei opinipublik maupun penghitungan cepat pemilu pada hari-H pemilu.
Menurut Denny, ayat dan pasal yang terdapat dalam UU Pilpres itu mengulangi ketentuan serupa yang ada pada UU No. 10/2008 tentang Pemilu Legislatif. UU Pilpres melarang pengumuman survei di hari tenang, publikasi penghitungan cepat di hari pemilu dan mengancam tindakan pidana bagi yang melanggar ketentuan itu.
Adapan bunyi pasal yang dipersoalkan AROPI itu yakni pasal 188 ayat 2," Hasil survei atau jajak pendapat tidak boleh diumumkan dan/atau disebarluaskan dimasa tenang". Ayat 3 berbunyi,"Hasil penghitungan cepat dapat diumumkan dan/atau disebarluaskan paling cepat pada hasi berikutnya dari hari/tanggal pemungutan suara". Ayat 5 berbunyi," Pelanggaran terhadap ketentuan ayat 2, 3 dan 4 merupakan tindak pidana Pilpres".
Pasal 228 UU Pilpres berbunyi," Setiap orang yang mengumumkan dan/atau menyebarluaskan hasil survei atau hasil jajak pendapat dalam masa tenang yangdapat bertujuan mempengaruhi pemilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga bulan dan paling lama 12 bulan dan denda paling sedikit Rp 3.000.000,00 dan paling banyak Rp 12.000.000.
Sedangkan pasal 255 UU Pilpres berbunyi," Setiap orang atau lembaga yang mengumumkan hasil penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama 18 bulan dan denda paling sedikit Rp 6.000.000,00 dan paling banyak Rp 18.000.000.
"Larangan pengumuman hasil survei pad amas atenang menjelang pemilu, maupun pengumuman hasil quick count begitu selesai pemungutan suara tidak sesuai dengan hak konstitusional dan tidak sejalan dengan ketentuan pasal 28F UUD 1945," kata Denny J.A didampingi Sekjen Aropi Umar S. Bakry dan kuasa hukum Andi M. Asrun, seusai menyerahkan berkas ke Gedung MK. (A-130/A-50)***
Comments :
0 komentar to “UU Pilpres Dinilai Mematikan Lembaga Survei”
Posting Komentar