SOREANG, (PR).-
Kabupaten Bandung memiliki 272.303 penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang didominasi keluarga miskin 183.061 orang, wanita rawan ekonomi 23.926 orang, dan lanjut usia telantar 14.032 orang. Namun, anggaran untuk PMKS dalam APBD baru mencakup 0,19 persen atau sekitar Rp 2 miliar.
"Anggaran Kab. Bandung memang amat terbatas untuk menangani semua PMKS. Kita berusaha seoptimal mungkin memberdayakan PMKS," kata Kabid Bina Kesejahteraan Sosial Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil (Dinsosdukcasip) Kab. Bandung, Agus Maulana, di ruang kerjanya, Selasa (26/5).
Dari data di Dinsosdukcasip, PMKS lainnya yang menonjol adalah penyandang cacat 7.753 orang, anak telantar 6.448 orang, dan anak balita telantar 3.018 anak. Kecamatan yang paling banyak memiliki PMKS adalah Ciparay 22.560 orang PMKS, Paseh 19.874 orang PMKS, dan Pangalengan 17.456 orang PMKS.
Menurut Agus, dari 6.448 anak telantar, baru ditangani 85 orang dari APBD 2008 lalu. "Sedangkan APBD 2009 malah anggaran untuk penanganan anak telantar turun sehingga kami hanya menangani empat puluh anak," katanya.
Penanganan anak telantar yang masih bersekolah, kata Agus, berupa penguatan ekonomi orang tuanya dengan memberikan pelatihan dan bantuan modal. "Sementara anak telantar yang sudah remaja diberikan pelatihan dan modal kerja agar bisa mandiri," kata Agus yang berupaya menjalin kerja sama dengan Pemprov Jabar dalam penanganan anak telantar.
Tagana
Keterbatasan anggaran juga menjadikan pembentukan relawan penanganan bencana, yakni Taruna Siaga Bencana (Tagana) tidak jadi akibat tidak anggarannya pada tahun 2009 ini. "Kecamatan rawan bencana sebanyak sebelas kecamatan, di antaranya Baleendah, Majalaya, Ciparay, Banjaran, Dayeuhkolot, dan Pangalengan. Jumlah Tagana sampai saat ini baru seratus orang," kata Agus.
Kecamatan Majalaya belum memiliki Tagana yang seharusnya dibentuk tahun 2009. Keterbatasan dana juga menghambat pelatihan bagi pengembangan keterampilan Tagana yang ada.
"Akibat ketiadaan dana pelatihan Tagana, kami mengirimkan lima pemuda untuk ikut pelatihan Tagana dari Pemprov Jabar. Jumlah lima orang belum mencukupi untuk antisipasi bencana di Kec. Majalaya. Padahal, kita tahu bahwa kecamatan itu merupakan daerah yang rawan bencana alam," kata Agus.
Sementara Sekretaris Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kab. Bandung, H. Usep Dedi Rustandi, mengatakan, ormas-ormas dan kalangan masyarakat lainnya harus membantu Pemkab Bandung dalam menangani masalah PMKS.
"Tidak bisa masalah-masalah sosial yang amat berat dan kompleks ditangani Pemkab Bandung dengan anggaran amat terbatas. Masyarakat sudah harus ikut meringankan beban pemerintah dengan mendirikan yayasan sosial, panti asuhan, pondok pesantren, dan lain-lain. Sebab, masalah sosial adalah tanggungjawab kita semua," ujar Usep. (A-71)***
Kabupaten Bandung memiliki 272.303 penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang didominasi keluarga miskin 183.061 orang, wanita rawan ekonomi 23.926 orang, dan lanjut usia telantar 14.032 orang. Namun, anggaran untuk PMKS dalam APBD baru mencakup 0,19 persen atau sekitar Rp 2 miliar.
"Anggaran Kab. Bandung memang amat terbatas untuk menangani semua PMKS. Kita berusaha seoptimal mungkin memberdayakan PMKS," kata Kabid Bina Kesejahteraan Sosial Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil (Dinsosdukcasip) Kab. Bandung, Agus Maulana, di ruang kerjanya, Selasa (26/5).
Dari data di Dinsosdukcasip, PMKS lainnya yang menonjol adalah penyandang cacat 7.753 orang, anak telantar 6.448 orang, dan anak balita telantar 3.018 anak. Kecamatan yang paling banyak memiliki PMKS adalah Ciparay 22.560 orang PMKS, Paseh 19.874 orang PMKS, dan Pangalengan 17.456 orang PMKS.
Menurut Agus, dari 6.448 anak telantar, baru ditangani 85 orang dari APBD 2008 lalu. "Sedangkan APBD 2009 malah anggaran untuk penanganan anak telantar turun sehingga kami hanya menangani empat puluh anak," katanya.
Penanganan anak telantar yang masih bersekolah, kata Agus, berupa penguatan ekonomi orang tuanya dengan memberikan pelatihan dan bantuan modal. "Sementara anak telantar yang sudah remaja diberikan pelatihan dan modal kerja agar bisa mandiri," kata Agus yang berupaya menjalin kerja sama dengan Pemprov Jabar dalam penanganan anak telantar.
Tagana
Keterbatasan anggaran juga menjadikan pembentukan relawan penanganan bencana, yakni Taruna Siaga Bencana (Tagana) tidak jadi akibat tidak anggarannya pada tahun 2009 ini. "Kecamatan rawan bencana sebanyak sebelas kecamatan, di antaranya Baleendah, Majalaya, Ciparay, Banjaran, Dayeuhkolot, dan Pangalengan. Jumlah Tagana sampai saat ini baru seratus orang," kata Agus.
Kecamatan Majalaya belum memiliki Tagana yang seharusnya dibentuk tahun 2009. Keterbatasan dana juga menghambat pelatihan bagi pengembangan keterampilan Tagana yang ada.
"Akibat ketiadaan dana pelatihan Tagana, kami mengirimkan lima pemuda untuk ikut pelatihan Tagana dari Pemprov Jabar. Jumlah lima orang belum mencukupi untuk antisipasi bencana di Kec. Majalaya. Padahal, kita tahu bahwa kecamatan itu merupakan daerah yang rawan bencana alam," kata Agus.
Sementara Sekretaris Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kab. Bandung, H. Usep Dedi Rustandi, mengatakan, ormas-ormas dan kalangan masyarakat lainnya harus membantu Pemkab Bandung dalam menangani masalah PMKS.
"Tidak bisa masalah-masalah sosial yang amat berat dan kompleks ditangani Pemkab Bandung dengan anggaran amat terbatas. Masyarakat sudah harus ikut meringankan beban pemerintah dengan mendirikan yayasan sosial, panti asuhan, pondok pesantren, dan lain-lain. Sebab, masalah sosial adalah tanggungjawab kita semua," ujar Usep. (A-71)***
Comments :
0 komentar to “Anggaran PMKS Baru 0,19%”
Posting Komentar