Kutawaringin Kawasan Olahraga Terpadu


Headline

Jl. Raya Soreang-Cipatik KM. 5,8
Email: kutawaringin@gmail.com
Phone/Fax: +62 22 85873789

Kutawaringin

01 Juni 2009

Buku Sejarah Nasional, Faktanya Itu Lho...

Senin, 1 Juni 2009 | 10:02 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Bahan ajar sejarah bagi siswa sekolah saat ini dianggap tidak bisa dijadikan rujukan, karena sumber-sumber yang ada lebih merupakan gambaran atau visi sejarah versi penguasa.

Pernyataan itu menjadi salah satu kesimpulan diskusi dan workshop 'Membangun Kesadaran Sejarah untuk Kebenaran dan Keadilan' di Jakarta, 'yang berlangsung selama dua hari, Jumat dan Sabtu (29-30/5) di Jakarta. Selain diikuti oleh para guru sejarah, kegiatan juga dihadiri para aktivis kemanusiaan, sejarawan, serta pihak korban sejarah baik dari peristiwa G30S/PKI, Peristiwa Tanjung Priok, Peristiwa Talangsari, Peristiwa Semanggi 1998, dan lainnya.

Pada diskusi itu, para peserta diskusi dan workshop "menuntut" pentingnya pembelajaran sejarah yang berperspektif pada kebenaran dan keadilan. "Karena selama ini sejarah hanya dari versi pelaku yang tentunya demi kepentingan penguasa, sementara dari sisi korban diabaikan," ujar Suciwati, istri almarhum Munir, sebagai salah satu narasumber diskusi (30/5).

Akibatnya, menurut Suciwati, pandangan sejarah berdasarkan fakta yang didapatkan oleh siswa tidak seimbang atau berat sebelah. Selama ini fakta dalam materi bahan ajar sejarah begitu dibatasi, sehingga sejarah yang seharusnya disampaikan berdasarkan fakta-fakta yang bisa dipertanggung jawabkan justeru malah menjauhi fakta itu sendiri.

Pendapat itu diperkuat oleh materi diskusi yang disampaikan oleh sejarawan Asvi Warman Adam. Menurut Asvi, Buku Sejarah Nasional Indonesia (SNI) atau "buku babon" pun tidak bisa lagi dijadikan rujukan, tak terkecuali SNI terbitan terakhir tahun 2008.

"Pada subbab Konflik, Kekerasan dan Komnas HAM, berbagai pelanggaran berat memang disinggung tetapi dalam perspektif kekerasan belaka, sementara narasumber dari saksi hidup tidak," ujar Asvi. Banyak peristiwa sejarah, yang menurut Asvi, tetap disembunyikan dari masyarakat hingga saat ini, baik itu peristiwa G30S/PKI sekitar tahun 1965/1966, pembuangan tahanan politik ke Pulau Buru (1969-1979), kasus Tanjung Priok, Talangsari, atau Timor-Timur, dan banyak lagi.

Menanggapi pendapat Asvi itu, para peserta diskusi terutama guru sejarah, mengharapkan adanya pemahaman baru sejarah dari versi korban, mengingat bahan sumber sejarah selama ini terkesan "kering".

"Toh, substansi yang akan kita angkat dan kita berikan kepada siswa bukanlah paham atau persoalan ideologis, melainkan sisi kemanusiaan, kebenaran dan keadilan," tandas Suparman, guru sejarah dari komunitas Education Forum.

Comments :

0 komentar to “Buku Sejarah Nasional, Faktanya Itu Lho...”

Posting Komentar

Pengikut

Sponsor

 

Copyright © 2009 by Kecamatan Kutawaringin Powered By Blogger Design by ET