SOREANG, (PR).-
Kesadaran lembaga atau organisasi sosial untuk mengurus izin pengumpulan dana masyarakat masih amat rendah. Setiap tahun hanya ada dua sampai tiga organisasi yang mengurus izin tersebut seperti disyaratkan Peraturan Daerah (Perda) No. 20/2001.
"Masyarakat harus hati-hati dengan banyaknya lembaga, baik dari Kabupaten Bandung maupun luar daerah yang mengumpulkan dana. Sebagian besar lembaga itu tidak memiliki izin pengumpulan dana dari masyarakat," kata Kepala Bidang (Kabid) Urusan Kesejahteraan Sosial, Dinas Sosial, Kependudukan, dan Catatan Sipil Kab. Bandung, Mieke Saptawati, di ruang kerjanya, Senin (1/6).
Menurut Mieke, merujuk pada Perda No. 20/2001, setiap lembaga sosial yang akan mengumpulkan dana dari masyarakat harus mengantongi izin berupa surat keputusan (SK) bupati. "Lembaga itu juga harus terdaftar di Pemkab Bandung," katanya.
Meski begitu, hanya beberapa organisasi yang mendaftar dan mengantongi izin dari pemkab. "Sampai saat ini baru ada dua atau tiga lembaga yang mengurus izin. Padahal kalau kita lihat di lapangan, jumlahnya puluhan bahkan ratusan lembaga yang mengumpulkan dana dari masyarakat," ujarnya.
Apabila pengumpulan dana masyarakat dilakukan hanya di satu kecamatan, lanjut Mieke, cukup dengan surat izin dari pihak kecamatan. "Namun, jarang ada lembaga yang hanya mengumpulkan dana terbatas di satu kecamatan karena rata-rata mereka beroperasi lintas kecamatan. Biasanya pengumpulan dana tersebut dilakukan untuk membiayai pembangunan masjid atau musala, panti asuhan, dan panti sosial lainnya, maupun untuk kegiatan peringatan hari besar nasional maupun keagamaan," katanya.
Izin juga berlaku bagi lembaga sosial seperti lembaga zakat atau lembaga sosial lainnya dari luar Kab. Bandung yang menitipkan kotak infak di fasilitas- fasilitas umum yang ada di wilayah Kab. Bandung. "Pengurusan izin pengumpulan dana masyarakat itu sebenarnya tidak susah. Pengurusnya tinggal datang kepada kami dan permohonan izinnya langsung kami proses," katanya.
Undian berhadiah
Selain itu, Pemkab Bandung juga mewajibkan perusahaan atau lembaga sosial yang akan menggelar undian berhadiah agar mengurus izinnya. "Hal ini sesuai dengan Perda No. 19/2001. Sampai saat ini baru ada satu lembaga atau perusahaan yang mengurus izin undian setiap tahunnya," katanya.
Pada umumnya perusahaan atau lembaga sosial yang akan menggelar undian berhadiah sudah mengantongi izin dari Menteri Sosial (Mensos) atau Dinas Sosial (Dinsos) Jabar. "Biasanya area undian bukan sebatas di wilayah Kab. Bandung, melainkan nasional sehingga izinnya langsung dari Mensos dan lingkup provinsi dengan izin dari Dinsos Jabar," katanya.
Sementara Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jabar, H.R. Maulany, menyatakan keprihatinannya dengan banyaknya peminta sumbangan yang mengatasnamakan panitia pembangunan masjid, musala, atau pesantren. "Mereka menyewa mobil dan membawa sejumlah pemuda untuk berkeliling meminta sumbangan. Kita harus pertanyakan apakah spanduk yang dipasang untuk menyumbang pembangunan masjid atau pesantren adalah benar?" katanya.
Demikian pula dengan sejumlah wanita yang membawa kotak sumbangan di sentra pengisian bahan bakar umum (SPBU). "Mereka tidak dilengkapi dengan surat tugas atau proposal pembangunan. Lembaga yang tertulis di kotak kencleng pun diragukan kebenarannya," katanya.
Selain itu, Maulany juga mempersoalkan masih banyaknya kelompok sairiyah, yakni sekelompok orang yang meminta sumbangan di tepi/tengah jalan . "Seharusnya umat Islam yang jumlahnya mayoritas di Indonesia bisa memberdayakan potensi zakat, infak, dan sedekah," katanya. (A-71)***
Kesadaran lembaga atau organisasi sosial untuk mengurus izin pengumpulan dana masyarakat masih amat rendah. Setiap tahun hanya ada dua sampai tiga organisasi yang mengurus izin tersebut seperti disyaratkan Peraturan Daerah (Perda) No. 20/2001.
"Masyarakat harus hati-hati dengan banyaknya lembaga, baik dari Kabupaten Bandung maupun luar daerah yang mengumpulkan dana. Sebagian besar lembaga itu tidak memiliki izin pengumpulan dana dari masyarakat," kata Kepala Bidang (Kabid) Urusan Kesejahteraan Sosial, Dinas Sosial, Kependudukan, dan Catatan Sipil Kab. Bandung, Mieke Saptawati, di ruang kerjanya, Senin (1/6).
Menurut Mieke, merujuk pada Perda No. 20/2001, setiap lembaga sosial yang akan mengumpulkan dana dari masyarakat harus mengantongi izin berupa surat keputusan (SK) bupati. "Lembaga itu juga harus terdaftar di Pemkab Bandung," katanya.
Meski begitu, hanya beberapa organisasi yang mendaftar dan mengantongi izin dari pemkab. "Sampai saat ini baru ada dua atau tiga lembaga yang mengurus izin. Padahal kalau kita lihat di lapangan, jumlahnya puluhan bahkan ratusan lembaga yang mengumpulkan dana dari masyarakat," ujarnya.
Apabila pengumpulan dana masyarakat dilakukan hanya di satu kecamatan, lanjut Mieke, cukup dengan surat izin dari pihak kecamatan. "Namun, jarang ada lembaga yang hanya mengumpulkan dana terbatas di satu kecamatan karena rata-rata mereka beroperasi lintas kecamatan. Biasanya pengumpulan dana tersebut dilakukan untuk membiayai pembangunan masjid atau musala, panti asuhan, dan panti sosial lainnya, maupun untuk kegiatan peringatan hari besar nasional maupun keagamaan," katanya.
Izin juga berlaku bagi lembaga sosial seperti lembaga zakat atau lembaga sosial lainnya dari luar Kab. Bandung yang menitipkan kotak infak di fasilitas- fasilitas umum yang ada di wilayah Kab. Bandung. "Pengurusan izin pengumpulan dana masyarakat itu sebenarnya tidak susah. Pengurusnya tinggal datang kepada kami dan permohonan izinnya langsung kami proses," katanya.
Undian berhadiah
Selain itu, Pemkab Bandung juga mewajibkan perusahaan atau lembaga sosial yang akan menggelar undian berhadiah agar mengurus izinnya. "Hal ini sesuai dengan Perda No. 19/2001. Sampai saat ini baru ada satu lembaga atau perusahaan yang mengurus izin undian setiap tahunnya," katanya.
Pada umumnya perusahaan atau lembaga sosial yang akan menggelar undian berhadiah sudah mengantongi izin dari Menteri Sosial (Mensos) atau Dinas Sosial (Dinsos) Jabar. "Biasanya area undian bukan sebatas di wilayah Kab. Bandung, melainkan nasional sehingga izinnya langsung dari Mensos dan lingkup provinsi dengan izin dari Dinsos Jabar," katanya.
Sementara Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jabar, H.R. Maulany, menyatakan keprihatinannya dengan banyaknya peminta sumbangan yang mengatasnamakan panitia pembangunan masjid, musala, atau pesantren. "Mereka menyewa mobil dan membawa sejumlah pemuda untuk berkeliling meminta sumbangan. Kita harus pertanyakan apakah spanduk yang dipasang untuk menyumbang pembangunan masjid atau pesantren adalah benar?" katanya.
Demikian pula dengan sejumlah wanita yang membawa kotak sumbangan di sentra pengisian bahan bakar umum (SPBU). "Mereka tidak dilengkapi dengan surat tugas atau proposal pembangunan. Lembaga yang tertulis di kotak kencleng pun diragukan kebenarannya," katanya.
Selain itu, Maulany juga mempersoalkan masih banyaknya kelompok sairiyah, yakni sekelompok orang yang meminta sumbangan di tepi/tengah jalan . "Seharusnya umat Islam yang jumlahnya mayoritas di Indonesia bisa memberdayakan potensi zakat, infak, dan sedekah," katanya. (A-71)***
Comments :
0 komentar to “Peminta Sumbangan Harus Berizin”
Posting Komentar