Kutawaringin Kawasan Olahraga Terpadu


Headline

Jl. Raya Soreang-Cipatik KM. 5,8
Email: kutawaringin@gmail.com
Phone/Fax: +62 22 85873789

Kutawaringin

08 Juli 2009

Dua Putaran Lebih Seru

Hari ini rakyat Indonesia memilih presiden. Inilah pemilihan presiden kedua yang dilakukan langsung oleh rakyat dalam 64 tahun sejarah Indonesia merdeka.

Sejarah mencatat Indonesia selama 52 tahun pertama hanya memiliki dua presiden. Keduanya, Bung Karno dan Pak Harto, sesungguhnya tidak dipilih melalui kompetisi yang sehat. Keduanya ditunjuk melalui mekanisme pemilihan yang sangat terkendali.

Setelah Pak Harto jatuh, dalam tempo 12 tahun sampai sekarang, Indonesia telah memiliki empat presiden. Habibie ditunjuk Pak Harto, sedangkan Abdurrahman Wahid ditunjuk MPR. Setelah keduanya ditumbangkan MPR, Megawati Soekarnoputri ditunjuk lagi oleh MPR menjadi presiden.

Baru pada Pemilu 2004, rakyat Indonesia diberi kesempatan memilih langsung presidennya. Susilo Bambang Yudhoyono waktu itu memenangi pemilu melawan Megawati dalam putaran kedua.

Hari ini, pemilu langsung presiden yang kedua dengan tiga pasangan bertarung. Megawati-Prabowo Subianto, Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, dan Jusuf Kalla-Wiranto.

Demokrasi rupanya praktik yang tidak mudah bagi bangsa Indonesia. Salah satu yang tersulit adalah menghadirkan demokrasi substansial, tidak semata prosedural. Atau dengan kata lain, demokrasi di Indonesia masih sebatas peraturan, belum menjadi perilaku.

Contoh paling kentara penyakit demokrasi prosedural adalah daftar pemilih tetap yang masif dengan pemilih fiktif. Komisi Pemilihan Umum tahu dan terus diprotes karena memberlakukan DPT yang fiktif itu. Namun, KPU tidak mau memperbaiki karena takut melanggar undang-undang. Padahal ada ruang KPU untuk mengubah.

Pemerintah pun tahu tentang DPT yang sarat dengan nama-nama fiktif. Tetapi pemerintah cuci tangan dengan mengatakan soal DPT adalah wewenang KPU. Padahal presiden memiliki hak memberlakukan perppu untuk memperbaiki kesalahan yang sangat kasatmata. Bagaimana mungkin sebuah negara dan pemerintahan berjalan bila tidak ada lembaga yang merasa memiliki tanggung jawab terhadap DPT?

Demokrasi substansial semakin dilecehkan lagi oleh kaum cerdik cendekia yang lebih gencar mengampanyekan pemilu satu putaran daripada memperjuangkan hak konstitusional warga yang terampas oleh kekakuan KPU mengubah DPT. Sedihnya, yang mengampanyekan pemilu satu putaran adalah mereka yang dulu berteriak tentang pencerdasan rakyat atas hak-haknya.

Demokrasi yang mengabaikan substansi terlihat jelas sebab kita harus mengongkosi dengan sangat mahal lembaga-lembaga pengawas karena keraguan terhadap kejujuran dan akuntabilitas. KPU yang seharusnya sarat dengan kepercayaan publik, harus dilengkapi lagi dengan Bawaslu karena kejujuran yang diragukan.

Bila lembaga-lembaga demokrasi tidak mampu membangun kejujuran, independensi, transparansi, dan akuntabilitas yang menjadi reputasinya, demokrasi menjadi mahal. Itu karena harus ada ongkos yang dikeluarkan negara lagi untuk membiaya pengawasan.

Jadi, sesungguhnya problem demokrasi kita adalah mahalnya ongkos untuk menciptakan kejujuran yang seharusnya melekat pada lembaga-lembaga pelaksana demokrasi. Bukan mahalnya ongkos pemilu sehingga dikeluarkan ongkos yang mahal pula untuk mengiklankan pilpres satu putaran.

Karena itu, demi membangun demokrasi yang semakin substansial, janganlah merecoki publik dengan pikiran satu putaran. Tirani kekuasaan di masa lalu dipelihara karena kita tidak mau repot dan capek dengan ongkos.

Biarkan rakyat menentukan sendiri berapa putaran pilpres kali ini. Yang jelas, dua putaran lebih seru.

Sent from my BlackBerry® powered by

Comments :

0 komentar to “Dua Putaran Lebih Seru”

Posting Komentar

Pengikut

Sponsor

 

Copyright © 2009 by Kecamatan Kutawaringin Powered By Blogger Design by ET