MENURUT rencana, Senin (3/8) ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2010 di depan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dua minggu lebih awal dari jadwal yang selama ini rutin berjalan dari tahun ke tahun. Tidak hanya jadwal penyampaiannya yang berbeda dari biasanya, situasi ekonomi yang melingkupi penyusunan RAPBN kali ini pun menyiratkan perbedaan dari tahun sebelumnya.
Tidak mudah bagi para penyusun RAPBN 2010 untuk menetapkan asumsi-asumsi makro yang mendasari besaran anggaran belanja pemerintah untuk tahun depan. Memang benar, beberapa indikator ekonomi makro Indonesia beberapa waktu terakhir menyiratkan optimisme di tengah krisis keuangan global. Krisis keuangan global sendiri belum ada tanda-tanda kuat akan segera berakhir, meskipun Ben Bernanke, Chairman the Fed (Gubernur Bank Sentral) Amerika Serikat sedikit optimistis.
Bagaimana Indonesia? Perkembangan terakhir perekonomian global trennya ke depan sangat memengaruhi perkiraan besaran makroekonomi di tahun 2010. Ada optimisme di tengah kinerja ekonomi sebagian besar negara di dunia yang tidak menggembirakan, kondisi ekonomi Indonesia tidaklah buruk. Dari kinerja pertumbuhan ekonomi, hanya Cina dan India yang masih tumbuh di atas Indonesia pada kuartal I dan II tahun ini.
Dari perkembangan perekonomian global dan domestik, cukup realistis jika kita memperkirakan besaran asumsi makro RAPBN 2010 sebagai berikut. Pertumbuhan ekonomi (PDB) 5%, inflasi 4-5%, harga minyak 60 dolar AS per barrel, kurs Rp 9.500,00/dolar AS. Tingkat bunga dengan benchmark BI rate diperkirakan pada level 6,5-7%. Target defisit APBN diperkirakan dikurangi dari 2,5% pada RAPBN-P 2009 menjadi 2%. Defisit RAPBN 2010 ditargetkan 1,6% PDB.
Bagaimana menerjemahkan kemungkinan asumsi-asumsi di atas dan target defisit RAPBN 2010. Tentu angka persisnya, akan kita ketahui setelah Presiden menyampaikannya ke DPR hari ini. Namun, dengan melihat kemungkinan PDB tahun 2010 hanya akan tumbuh sedikit lebih cepat dari tahun ini, inflasi kurang lebih sama, harga minyak tidak jauh dari 60-70 dolar AS per barel, maka besaran total belanja RAPBN 2010 diperkirakan akan hampir sama dengan RAPBN-P 2009 pada angka Rp 1.000 triliun. Jika target defisit menjadi hanya 1,5-1,6% PDB, maka tekanan akan kuat terhadap target pendapatan negara dan hibah. Rasio pajak terhadap PDB minimal sedikit dinaikkan di atas 12%, dan dengan pertumbuhan ekonomi diproyeksikan 5%, maka beban ini diharapkan mampu dicapai oleh penerimaan pajak. Di lain pihak, penerimaan bukan pajak (PNBP), karena dampak krisis terhadap kinerja perdagangan luar negeri Indonesia, diperkirakan turun dibanding tahun 2009.
Belanja negara tidak akan jauh berbeda dengan RAPBN-P 2009 sejumlah Rp 1.000 triliun, namun dengan beberapa catatan. Pertama, belanja non-K/L (Kementerian Lembaga), khususnya subsidi potensial lebih rendah dari tahun sebelumnya. Hal ini tergantung pada subsidi BBM. Jika harga rata-rata minyak dunia 60 dolar AS per barel, subsidi BBM dan listrik bisa lebih rendah dari Rp 100 triliun. Namun, jika harga BBM rata-rata sama dengan tahun 2009, besaran subsidi berkisar Rp 100 triliun.
Kedua, belanja K/L masih tercatat yang terbesar, sepertiga dari total belanja negara, belum lagi belanja non-K/L di luar subsidi, termasuk pembayaran cicilan utang dan bunga. Dengan demikian, tidak mengherankan jika hampir 70% belanja negara masih dialokasikan untuk belanja pemerintah pusat. Hanya sedikit ruang bagi pengeluaran di luar yang rutin, ruang gerak APBN masih sangat terbatas. Ketiga, belanja negara ke daerah relatif sama, hanya ada sedikit peningkatan untuk Dana Alokasi Umum (DAU) tetapi ini pun lebih karena komponen baru berupa DAU Tunjangan Guru. Jumlah Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) secara total lebih kecil dari tahun 2009, meski DAK dinaikkan dari tahun ke tahun. Ketiga, anggaran pendidikan sesuai dengan amanat konstitusi, 20% dari APBN.
Melihat kemungkinan angka dan prioritas RAPBN 2010 tadi, harapan peran anggaran sebagai penggerak kebijakan fiskal tidak terlalu signifikan. Ini pun sangat tergantung dari pengeluaran pada program yang berdampak multiplier tinggi terhadap perekonomian. Apakah kebijakan stimulus fiskal dilanjutkan, demikian juga program jaring pengaman sosial seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT). Melihat pengalaman tahun ini, efektivitas anggaran akan dipengaruhi masalah teknis administratif seperti alokasi dan penyerapan, di samping pengeluaran. Kalaupun pada RAPBN 2010 ada inovasi stimulus fiskal dan jaring pengaman sosial, hendaknya perencanaan dan implementasi belajar dari pengalaman sebelumnya, sehingga efektivitas dan efisiensi kebijakan fiskal melalui anggaran negara bisa tercapai. (Armida S. Alisjahbana, Guru Besar Fakultas Ekonomi Unpad)***
Comments :
0 komentar to “Mirip APBN 2009”
Posting Komentar