
SOREANG, (PR).-
Fenomena alam El-Nino di Indonesia yang terjadi sejak Juli 2009 akan mencapai puncaknya pada November 2009. Di Kab. Bandung, hal tersebut mengakibatkan 1.038 hektare lahan pertanian terancam kekeringan.
"Meski bukan dikategorikan berat, fenomena El-Nino berpengaruh menimbulkan kekeringan. Berdasarkan monitoring dan evaluasi dari berbagai lembaga meteorologi internasional dan informasi cuaca dari BKMG, November ini El-Nino akan terjadi dalam taraf kuat dan menjadi puncak masa kekeringan," kata Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kab. Bandung A. Tisna Umaran, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (21/10).
Berdasarkan monitoring dan evaluasi BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika), hujan yang terjadi sejak awal Oktober merupakan akibat dari fenomena Osilasi Madden-Julian (OMJ) dan bukan merupakan awal musim hujan. Osilasi Madden-Julian sendiri adalah fenomena osilasi/gerakan kumpulan awan dengan pola berulang 40-50 harian, yang akan hilang jika terjadi El-Nino dalam taraf kuat.
Hingga akhir Oktober, fenomena OMJ akan menimbulkan hujan jika El-Nino terjadi dalam taraf lemah. Dengan demikian, di bulan November, El Nino akan memperlambat awal musim hujan yang berakibat pada mundurnya awal musim hujan 2009/2010. "Untuk wilayah Kab. Bandung diperkirakan awal musim hujan akan mundur 10-30 hari sehingga diperkirakan akan jatuh pada minggu ke-4 Oktober hingga awal November 2009," katanya.
Tak terpengaruh
Meski demikian, ancaman kekeringan yang diperkirakan terjadi tersebut, menurut Kepala Bidang Tanaman Pangan Distanbunhut Kab. Bandung Ina Dewi Kania, tidak akan berpengaruh pada pertanaman padi musim tanam April-September 2009, karena hingga September luas tanam padi di Kab. Bandung telah mencapai 75.772 hektare (102,58%), dari sasaran tanam 73.863 hektare.
Sementara itu, luas panen mencapai 69.089 hektare (116.05%) dari sasaran 59.031 hektare. Produksi yang dicapai sebesar 414.449 ton, lebih tinggi daripada tahun 2008 dengan surplus 23.089 ton beras.
"Untuk mengantisipasi masalah itu diperlukan sosialisasi dan diseminasi informasi prakiraan iklim dan potensi daerah yang akan mengalami kekeringan. Kemudian, memobilisasi alat dan mesin pertanian di lapangan untuk meningkatkan percepatan tanam dan pengolahan tanah," kata Ina.
Petani juga dapat melakukan budi daya padi dengan metode tanam benih langsung (tabela), macak-macak, gilir giring, dan basah kering. "Petani bisa memilih beberapa inovasi mulai dari Sistem Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu, System of Rice Intensification, tabela, dan metode lain yang tidak perlu air berlebihan sehingga kalau dikelola secara baik akan menambah areal tanam," ujarnya. (A-175)***
Comments :
0 komentar to “1.038 ha Terancam Kekeringan”
Posting Komentar