BANK Indonesia (BI) menurunkan lagi suku bunga acuan atau BI rate menjadi 7,25% awal pekan ini. Inilah pemangkasan suku bunga acuan BI untuk ketujuh kalinya dalam rentang enam bulan.
BI rate 7,25% tersebut merupakan posisi terendah dalam empat tahun sejak Juli 2005. BI rate tertinggi dalam empat tahun terakhir terjadi pada periode 6 Desember 2005 hingga 5 April 2006. Ketika itu, suku bunga acuan mencapai 12,75%.
Pertimbangan BI dalam memangkas suku bunga acuan ialah perkembangan ekonomi di dalam dan luar negeri yang membaik. Indeks harga saham di bursa arus utama ekonomi dunia terus menunjukkan grafik naik dalam dua pekan terakhir.
Begitu juga indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia terus melejit dan kemarin mencapai 1.828. Itu memberikan sinyal positif bahwa perekonomian kita mulai bergerak kembali.
Kondisi perbankan nasional juga tetap terjaga baik. Rasio kecukupan modal bank masih cukup tinggi, yakni rata-rata 17,4%. Tingkat kredit bermasalah (non performing loan/NPL) tetap terkendali di bawah 5%.
Likuiditas perbankan, termasuk likuiditas dalam pasar uang antarbank, makin membaik. Dana pihak ketiga di bank juga terus meningkat.
Karena itu, sangat wajar jika BI menurunkan suku bunga acuan. Bahkan, dari berbagai analisis menunjukkan bahwa BI rate masih mungkin diturunkan lagi menjadi 7%. Harapannya adalah agar momentum perbaikan ekonomi yang mulai timbul tersebut tidak tenggelam kembali, bahkan bergerak kian cepat.
Akan tetapi, sejauh ini penurunan BI rate masih saja menyisakan persoalan, yakni lambannya perbankan kita menyesuaikan suku bunga kredit. BI telah menurunkan suku bunga acuan tujuh kali dalam enam bulan sebesar 2,25%. Namun, bank-bank masih malas memangkas bunga kredit secara signifikan. Bunga kredit hanya turun 1,26%.
Alasannya, bank tetap harus menyeimbangkan kepentingan debitur dan kreditur. Debitur yang merupakan nasabah peminjam uang pasti menginginkan bunga rendah. Adapun kreditur yang merupakan penyimpan uang, tentu berharap mendapatkan bunga tinggi.
Celakanya, bank tidak bisa seenaknya sendiri menurunkan suku bunga simpanan. Ia bisa kehilangan uang dari penabung yang memang masih didominasi nasabah yang berprinsip aksi ambil untung.
Namun, logika tersebut semata-mata meletakkan perbankan dalam domain dagang bunga yang bersifat jangka pendek. Dengan memperlambat penurunan bunga kredit, bank bisa menumpuk keuntungan.
Padahal, bank dilahirkan bukan semata-mata untuk memupuk keuntungan. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bank merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali dalam bentuk pinjaman (kredit) dan dalam bentuk lainnya, dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup orang banyak.
Dalam konteks menunaikan misi mulia itulah, perbankan seharusnya mengambil kebijakan yang selaras dan secepat BI. Ketika semua faktor dan kondisi sudah amat memungkinkan bagi bank untuk segera menurunkan bunga kredit, perbankan harus menindaklanjutinya dengan langkah cepat.
Di pihak BI, ada baiknya juga mempertimbangkan agar dana perbankan yang di parkir di Sertifikat Bank Indonesia dibatasi. Dengan begitu, bank akan berlomba-lomba menyalurkan kredit dengan bunga yang selaras dengan BI rate.
BI rate 7,25% tersebut merupakan posisi terendah dalam empat tahun sejak Juli 2005. BI rate tertinggi dalam empat tahun terakhir terjadi pada periode 6 Desember 2005 hingga 5 April 2006. Ketika itu, suku bunga acuan mencapai 12,75%.
Pertimbangan BI dalam memangkas suku bunga acuan ialah perkembangan ekonomi di dalam dan luar negeri yang membaik. Indeks harga saham di bursa arus utama ekonomi dunia terus menunjukkan grafik naik dalam dua pekan terakhir.
Begitu juga indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia terus melejit dan kemarin mencapai 1.828. Itu memberikan sinyal positif bahwa perekonomian kita mulai bergerak kembali.
Kondisi perbankan nasional juga tetap terjaga baik. Rasio kecukupan modal bank masih cukup tinggi, yakni rata-rata 17,4%. Tingkat kredit bermasalah (non performing loan/NPL) tetap terkendali di bawah 5%.
Likuiditas perbankan, termasuk likuiditas dalam pasar uang antarbank, makin membaik. Dana pihak ketiga di bank juga terus meningkat.
Karena itu, sangat wajar jika BI menurunkan suku bunga acuan. Bahkan, dari berbagai analisis menunjukkan bahwa BI rate masih mungkin diturunkan lagi menjadi 7%. Harapannya adalah agar momentum perbaikan ekonomi yang mulai timbul tersebut tidak tenggelam kembali, bahkan bergerak kian cepat.
Akan tetapi, sejauh ini penurunan BI rate masih saja menyisakan persoalan, yakni lambannya perbankan kita menyesuaikan suku bunga kredit. BI telah menurunkan suku bunga acuan tujuh kali dalam enam bulan sebesar 2,25%. Namun, bank-bank masih malas memangkas bunga kredit secara signifikan. Bunga kredit hanya turun 1,26%.
Alasannya, bank tetap harus menyeimbangkan kepentingan debitur dan kreditur. Debitur yang merupakan nasabah peminjam uang pasti menginginkan bunga rendah. Adapun kreditur yang merupakan penyimpan uang, tentu berharap mendapatkan bunga tinggi.
Celakanya, bank tidak bisa seenaknya sendiri menurunkan suku bunga simpanan. Ia bisa kehilangan uang dari penabung yang memang masih didominasi nasabah yang berprinsip aksi ambil untung.
Namun, logika tersebut semata-mata meletakkan perbankan dalam domain dagang bunga yang bersifat jangka pendek. Dengan memperlambat penurunan bunga kredit, bank bisa menumpuk keuntungan.
Padahal, bank dilahirkan bukan semata-mata untuk memupuk keuntungan. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bank merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali dalam bentuk pinjaman (kredit) dan dalam bentuk lainnya, dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup orang banyak.
Dalam konteks menunaikan misi mulia itulah, perbankan seharusnya mengambil kebijakan yang selaras dan secepat BI. Ketika semua faktor dan kondisi sudah amat memungkinkan bagi bank untuk segera menurunkan bunga kredit, perbankan harus menindaklanjutinya dengan langkah cepat.
Di pihak BI, ada baiknya juga mempertimbangkan agar dana perbankan yang di parkir di Sertifikat Bank Indonesia dibatasi. Dengan begitu, bank akan berlomba-lomba menyalurkan kredit dengan bunga yang selaras dengan BI rate.
Comments :
0 komentar to “Saatnya Memangkas Suku Bunga”
Posting Komentar