KABINET Indonesia Bersatu sesungguhnya tidak bersatu lagi. Para anggota kabinet terbelah ke dalam kubu pendukung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla.
Setiap kubu mengklaim keberhasilan pemerintah selama lima tahun terakhir. Akan tetapi, tidak ada satu pihak pun yang mau bertanggung jawab atas semua kegagalan mencapai target yang sudah ditetapkan.
Padahal, pada awal memerintah mereka mengusung slogan bersama kita bisa. Kini, mereka seakan mau menunjukkan tidak bersama pun bisa.
Perang klaim semakin kencang bergaung sejak 2 Juni 2009, ketika peluit kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden resmi ditiup. Praktis segenap pikiran dan tenaga para anggota kabinet dicurahkan untuk memenangkan jagoan mereka.
Mulai 10 Juni hingga 4 Juli, sekali dalam seminggu, mereka menjadi juru kampanye dalam rapat terbuka.
Agar bisa menjadi juru kampanye, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, para anggota kabinet harus mengajukan permohonan cuti. Bila mengacu ke Pasal 55 Peraturan KPU Nomor 28 Tahun 2009, pengajuan cuti seharusnya 12 hari sebelum masa kampanye pilpres digelar.
Jika ketentuan itu ditegakkan, bagi pejabat negara yang ikut kampanye namun belum mengajukan cuti, mereka terancam hukuman pidana penjara paling singkat tiga bulan atau paling lama 12 bulan. Seperti biasa, aturan itu hanya galak di atas kertas, tetapi tak berdaya menjangkau pejabat.
Hingga pekan lalu, belum semua menteri yang masuk tim kampanye calon presiden mengajukan cuti. Baru tujuh dari 11 menteri yang tercatat di KPU sebagai anggota tim sukses capres yang mengajukan cuti. Semuanya pendukung Susilo Bambang Yudhoyono.
Itu berarti menteri yang menjadi tim sukses capres tapi tidak mengajukan cuti hanya boleh berkampanye pada Sabtu dan Minggu atau hari libur nasional.
Adalah kewajiban setiap warga negara untuk memastikan para menteri tidak melakukan kampanye terselubung dengan menggunakan fasilitas negara.
Mestinya, selama masa kampanye, para menteri dilarang melakukan tugas kenegaraan yang bersifat seremoni, misalnya meresmikan proyek di daerah sehingga tidak ada peluang membonceng kegiatan kenegaraan dengan kampanye.
Sekarang, kita menyaksikan bagaimana para menteri yang menjadi anggota tim sukses ikut-ikutan keluar masuk pasar dan menebar janji. Janji untuk menutup bopeng kegagalan selama memerintah.
Rakyat tentu jangan terlalu berharap bahwa dalam masa kampanye ini para menteri masih menyisihkan waktu untuk memikirkan, apalagi melayani, kepentingan rakyat. Mereka lebih sibuk berkampanye untuk calon presiden yang didukung partai masing-masing.
Adalah benar bahwa sebelum dilantik menjadi menteri mereka meneken kontrak agar mencurahkan perhatian sepenuhnya untuk rakyat. Itu cuma kontrak di atas selembar kertas bersama presiden terpilih ketika itu.
Jangankan kontrak, sumpah jabatan yang mereka ucapkan dengan lantang mungkin saja tidak berbekas lagi dalam ingatan.
Ke depan, perlu pengaturan yang sangat jelas terkait dengan kampanye yang melibatkan pejabat. Selama kampanye mestinya para pejabat itu tidak boleh mengambil keputusan-keputusan strategis.
Keputusan strategis yang diambil dalam masa kampanye berpeluang untuk menguntungkan kelompok politik tertentu.
Sumber : mediaindonesia.com
Setiap kubu mengklaim keberhasilan pemerintah selama lima tahun terakhir. Akan tetapi, tidak ada satu pihak pun yang mau bertanggung jawab atas semua kegagalan mencapai target yang sudah ditetapkan.
Padahal, pada awal memerintah mereka mengusung slogan bersama kita bisa. Kini, mereka seakan mau menunjukkan tidak bersama pun bisa.
Perang klaim semakin kencang bergaung sejak 2 Juni 2009, ketika peluit kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden resmi ditiup. Praktis segenap pikiran dan tenaga para anggota kabinet dicurahkan untuk memenangkan jagoan mereka.
Mulai 10 Juni hingga 4 Juli, sekali dalam seminggu, mereka menjadi juru kampanye dalam rapat terbuka.
Agar bisa menjadi juru kampanye, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, para anggota kabinet harus mengajukan permohonan cuti. Bila mengacu ke Pasal 55 Peraturan KPU Nomor 28 Tahun 2009, pengajuan cuti seharusnya 12 hari sebelum masa kampanye pilpres digelar.
Jika ketentuan itu ditegakkan, bagi pejabat negara yang ikut kampanye namun belum mengajukan cuti, mereka terancam hukuman pidana penjara paling singkat tiga bulan atau paling lama 12 bulan. Seperti biasa, aturan itu hanya galak di atas kertas, tetapi tak berdaya menjangkau pejabat.
Hingga pekan lalu, belum semua menteri yang masuk tim kampanye calon presiden mengajukan cuti. Baru tujuh dari 11 menteri yang tercatat di KPU sebagai anggota tim sukses capres yang mengajukan cuti. Semuanya pendukung Susilo Bambang Yudhoyono.
Itu berarti menteri yang menjadi tim sukses capres tapi tidak mengajukan cuti hanya boleh berkampanye pada Sabtu dan Minggu atau hari libur nasional.
Adalah kewajiban setiap warga negara untuk memastikan para menteri tidak melakukan kampanye terselubung dengan menggunakan fasilitas negara.
Mestinya, selama masa kampanye, para menteri dilarang melakukan tugas kenegaraan yang bersifat seremoni, misalnya meresmikan proyek di daerah sehingga tidak ada peluang membonceng kegiatan kenegaraan dengan kampanye.
Sekarang, kita menyaksikan bagaimana para menteri yang menjadi anggota tim sukses ikut-ikutan keluar masuk pasar dan menebar janji. Janji untuk menutup bopeng kegagalan selama memerintah.
Rakyat tentu jangan terlalu berharap bahwa dalam masa kampanye ini para menteri masih menyisihkan waktu untuk memikirkan, apalagi melayani, kepentingan rakyat. Mereka lebih sibuk berkampanye untuk calon presiden yang didukung partai masing-masing.
Adalah benar bahwa sebelum dilantik menjadi menteri mereka meneken kontrak agar mencurahkan perhatian sepenuhnya untuk rakyat. Itu cuma kontrak di atas selembar kertas bersama presiden terpilih ketika itu.
Jangankan kontrak, sumpah jabatan yang mereka ucapkan dengan lantang mungkin saja tidak berbekas lagi dalam ingatan.
Ke depan, perlu pengaturan yang sangat jelas terkait dengan kampanye yang melibatkan pejabat. Selama kampanye mestinya para pejabat itu tidak boleh mengambil keputusan-keputusan strategis.
Keputusan strategis yang diambil dalam masa kampanye berpeluang untuk menguntungkan kelompok politik tertentu.
Sumber : mediaindonesia.com
Comments :
0 komentar to “Cuti Kampanye dan Keputusan Strategis”
Posting Komentar