Kutawaringin Kawasan Olahraga Terpadu


Headline

Jl. Raya Soreang-Cipatik KM. 5,8
Email: kutawaringin@gmail.com
Phone/Fax: +62 22 85873789

Kutawaringin

09 Juni 2009

"Rudjak Ciherang", Bisnis Empat Generasi

MENYEBUT nama rujak, semua tentu akan teringat pada makanan yang terdiri atas buah-buahan dengan sambal yang merupakan racikan dari gula aren, asam jawa, garam, dan cabai merah.

Di kawasan Bandung Selatan, tepatnya di Jalan Raya Banjaran-Soreang, Kp. Ciherang, Desa Kiangroke, Kec. Banjaran, Kab. Bandung, ada satu keluarga yang berhasil mengorbitkan rujak menjadi sangat terkenal.

Ma Eumpeh, itulah sosok yang mengawali usaha rujak secara turun temurun sejak 1925 hingga sekarang dan menjadikannya sebagai bisnis keluarga yang cukup menghasilkan. Usaha rujak yang kemudian diberi label "Rudjak Ciherang" ini, bagi sebagian besar warga Bandung Selatan dan mungkin Bandung sekitarnya telah cukup dikenal karena rasanya yang unik. Sejak dibuat oleh pendahulunya, bumbu rujak ini memiliki ciri khas aroma rasa buah honje (kecombrang) dan terus dipertahankan hingga sekarang.

Menurut salah seorang cicit Ma Eumpeh, Asep Rosadi (45), usaha rujak tersebut telah dimulai buyutnya saat di kawasan Bandung Selatan tengah dibuat jalur kereta api Bandung-Ciwidey. "Karena kebetulan lokasinya dekat dengan tempat tinggal, buyut saya menjual rujak tersebut kepada para pekerja di sana dengan cara keliling," katanya.

Ma Eumpeh menjual rujak hingga tahun 1940-an, sampai proyek pembuatan rel kereta api selesai. "Rujak itu laris hingga pembuatan rel selesai. Jualan rujaknya masih dilakukan, hanya saja tempatnya pindah menjadi di rumah," ujarnya.

Mak Eumpeh menurunkan usahanya kepada anaknya, Hj. Tarsih pada tahun 1940-an. Hj. Tarsih menjalankan usaha ini hingga tahun 1995. Lambat laun, nama rujak ini semakin dikenal dengan sebutan Rudjak Ciherang sesuai dengan nama lokasinya.

Usaha tersebut kemudian berlanjut dan dikelola oleh anak Hj. Tarsih, yakni Siti Utama hingga tahun 2000. "Saat itu saya sudah mulai ikut dalam usaha tersebut, namun belum full," jelas Asep.

Asep dan keluarga yang merupakan generasi keempat dari keluarga tersebut, terus mempertahankan usaha yang hingga kini sudah mempunyai dua cabang.

"Sekarang hanya ada dua cabang, di Warung Lobak Soreang dan di Kp. Sadu, Jalan Raya Ciwidey," paparnya.

Ada rasa berbeda pada menu kuliner Rudjak Ciherang, yaitu rasa buah kecombrang yang menjadikannya khas. Resep bumbu rujak ini pun tahan hingga tiga bulan tanpa bahan pengawet, karena bahan bumbunya alami.

"Campuran untuk membuat bumbu rujak ini hanya keluarga saja yang boleh mengetahuinya, karena bahan yang digunakan bahan pilihan, bumbu rujak bisa tahan lama, bahkan bisa setahun kalau disimpan dalam lemari pendingin," jelas Asep seraya mengatakan, rahasia racikan ini terus dipegang oleh empat generasi penerusnya.

Sampai ke Arab Saudi

Seiring waktu, peminat Rudjak Ciherang tidak hanya masyarakat sekitar, tetapi sampai ke luar Kp. Ciherang. Bahkan banyak jemaah haji asal Kab. Bandung dan Kota Bandung yang membawa sambal Rudjak Ciherang saat menunaikan ibadah haji di Arab Saudi.

Cerita ketahanan bumbu rujak ini berawal ketika Hj. Tarsih menunaikan ibadah haji pada tahun 1970-an dan membawa bumbu rujak olahan keluarganya. Saat itu perjalanan menggunakan kapal laut, hingga membutuhkan waktu tiga bulan untuk sampai di Tanah Suci. Ketika Hj. Tarsih tiba di Tanah Suci, ternyata bumbu rujak yang dibawa tetap lezat saat dimakan.

"Memang sih, bumbu rujak ini akan terasa lebih enak jika dimakan satu bulan kemudian. Karena satu bulan sudah kering dan disimpan dalam mangkuk dari bahan tanah, seperti bahan tembikar," katanya.

Tidak heran, lanjut Asep, jika musim haji atau umrah, harus disiapkan bumbu rujak hingga 300 kg per minggu. Pada hari-hari bisa, paling banyak 150 kg per minggu.

Untuk satu kali pembuatan bumbu dalam cobek ukuran besar diperlukan 30 kg gula aren, cabai merah, dan 2 kg asam jawa. Waktu untuk membuatnya sekitar delapan jam.

Mengenai buah kecombrang yang menjadi ciri khas Rudjak Ciherang, Asep mengatakan, saat ini sudah jarang ditemukan di Kampung Ciherang. Buah tersebut didatangkan dari Cianjur Selatan yang dipesan khusus. Setiap dua minggu sekali, datang kiriman antara 200 - 300 kg.

Bumbu rujak yang sudah jadi, dikemas dalam toples dan dijual seharga Rp 18.000/ toples. "Pada awalnya bumbu tersebut disimpan dalam lodong, kemudian mencoba pakai bekas kaleng susu dan sejak tahun 2000 sudah menggunakan yang lebih praktis, yaitu toples," katanya.

Meski sudah terkenal, sayangnya Rudjak Ciherang belum dipatenkan untuk memperoleh kekuatan hukum. "Kalau ditakdirkan usaha ini akan terus, ingin segera mendaftarkan mereknya. Tetapi karena belum sempat dan terbentur kesibukan lain, belum sempat dilakukan," ujar Asep. (rano n. anwar/"GM")**

Sumber : klik-galamedia.com

Comments :

0 komentar to “"Rudjak Ciherang", Bisnis Empat Generasi”

Posting Komentar

Pengikut

Sponsor

 

Copyright © 2009 by Kecamatan Kutawaringin Powered By Blogger Design by ET