SOREANG, (PR).-
Aparat desa dan tokoh masyarakat dari sepuluh desa di Kec. Kutawaringin mendatangi Gedung DPRD Kab. Bandung, Senin (8/6). Mereka mendesak Komisi A DPRD Kab. Bandung segera menyetujui perubahan lokasi ibu kota Kec. Kutawaringin dari Desa Kutawaringin ke Desa Jatisari.
Menurut salah seorang tokoh masyarakat Desa Jelegong, Kec. Kutawaringin Supardi, Perda No. 18/2007 tentang Pembentukan Kec. Kutawaringin belum mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) No. 19/2008 tentang Kecamatan.
"Dari segi aksesibilitas, Desa Kutawaringin jauh ke mana-mana sehingga menyulitkan warga sepuluh desa lain untuk menjangkaunya. Desa Kutawaringin belum dilintasi angkutan umum," katanya, ketika diterima sejumlah anggota Komisi A yang dipimpin Wakil Ketua Komisi A Cep Iid Ishak Farid.
Selain itu, Desa Kutawaringin belum memiliki jaringan kabel telefon, bahkan telefon seluler juga masih sulit menjangkau daerah tersebut. "Sedangkan Desa Jatisari dilintasi jalan provinsi dan berada di tengah-tengah Kec. Kutawaringin, sehingga mudah dijangkau termasuk dengan angkutan umum," katanya.
Perda No. 18/2007 menetapkan Kec. Kutawaringin merupakan pemekaran dari Kec. Soreang. Kecamatan itu meliputi sebelas desa yakni Kutawaringin, Pameuntasan, Buninagara, Jelegong, Cilame, Gajahmekar, Kopo, Cibodas, Sukamulya, Padasuka, dan Jatisari. "Dari sebelas desa itu, sepuluh desa mendukung pemindahan ibu kota kecamatan ke Desa Jatisari. Hanya Desa Kutawaringin yang masih keberatan," ujar Camat Kutawaringin Agus Suhartono.
Jatisari tertinggi
Berdasarkan kajian yang dilakukan kecamatan terhadap delapan indikator kelayakan ibu kota kecamatan kata Agus, Desa Jatisari mendapatkan nilai paling tinggi yakni 32,6. "Sedangkan Desa Kutawaringin 25,25, Desa Gajah Mekar 24,75, dan Desa Cilame 17,33. Kajian ini merujuk kepada PP No. 19/ 2008 di antaranya dari sisi aksesibilitas, ketersediaan fasilitas, sosial politik, sosial ekonomi, kependudukan, dan kondisi geografis," katanya.
Mengenai anggaran Rp 2,6 miliar dalam APBD 2008 untuk pembebasan tanah kantor kecamatan di Desa Kutawaringin Agus mengatakan, anggaran itu tidak terpakai dan dikembalikan lagi. "Akibat pro- kontra ibu kota Kutawaringin, anggaran itu tidak terserap. Kalau pindah ke Jatisari, di sana sudah ada tanah Pemkab Bandung seluas delapan hektare sehingga tak perlu pembebasan tanah," katanya.
Wakil Ketua Komisi A Cep Iid mengatakan, Komisi A akan berkonsultasi dengan anggota DPRD, yang pernah menjadi anggota Pansus Pembentukan Kutawaringin. "Mengapa pada saat pembahasan Raperda Kutawaringin langsung ditentukan ibu kota kecamatannya di Desa Kutawaringin? Sedangkan dalam naskah perubahan Perda Kutawaringin dari Pemkab Bandung, malah tidak mencantumkan nama ibu kota," katanya.
DPRD juga menunggu hasil kajian dari Bagian Hukum Pemkab Bandung dan dinas-dinas terkait lainnya. "Bagian Hukum berjanji akan memasukkan naskah perubahan Perda Kutawaringin, Jumat (4/6), tetapi sampai Senin (8/6) belum ada," katanya. (A-71)***
Aparat desa dan tokoh masyarakat dari sepuluh desa di Kec. Kutawaringin mendatangi Gedung DPRD Kab. Bandung, Senin (8/6). Mereka mendesak Komisi A DPRD Kab. Bandung segera menyetujui perubahan lokasi ibu kota Kec. Kutawaringin dari Desa Kutawaringin ke Desa Jatisari.
Menurut salah seorang tokoh masyarakat Desa Jelegong, Kec. Kutawaringin Supardi, Perda No. 18/2007 tentang Pembentukan Kec. Kutawaringin belum mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) No. 19/2008 tentang Kecamatan.
"Dari segi aksesibilitas, Desa Kutawaringin jauh ke mana-mana sehingga menyulitkan warga sepuluh desa lain untuk menjangkaunya. Desa Kutawaringin belum dilintasi angkutan umum," katanya, ketika diterima sejumlah anggota Komisi A yang dipimpin Wakil Ketua Komisi A Cep Iid Ishak Farid.
Selain itu, Desa Kutawaringin belum memiliki jaringan kabel telefon, bahkan telefon seluler juga masih sulit menjangkau daerah tersebut. "Sedangkan Desa Jatisari dilintasi jalan provinsi dan berada di tengah-tengah Kec. Kutawaringin, sehingga mudah dijangkau termasuk dengan angkutan umum," katanya.
Perda No. 18/2007 menetapkan Kec. Kutawaringin merupakan pemekaran dari Kec. Soreang. Kecamatan itu meliputi sebelas desa yakni Kutawaringin, Pameuntasan, Buninagara, Jelegong, Cilame, Gajahmekar, Kopo, Cibodas, Sukamulya, Padasuka, dan Jatisari. "Dari sebelas desa itu, sepuluh desa mendukung pemindahan ibu kota kecamatan ke Desa Jatisari. Hanya Desa Kutawaringin yang masih keberatan," ujar Camat Kutawaringin Agus Suhartono.
Jatisari tertinggi
Berdasarkan kajian yang dilakukan kecamatan terhadap delapan indikator kelayakan ibu kota kecamatan kata Agus, Desa Jatisari mendapatkan nilai paling tinggi yakni 32,6. "Sedangkan Desa Kutawaringin 25,25, Desa Gajah Mekar 24,75, dan Desa Cilame 17,33. Kajian ini merujuk kepada PP No. 19/ 2008 di antaranya dari sisi aksesibilitas, ketersediaan fasilitas, sosial politik, sosial ekonomi, kependudukan, dan kondisi geografis," katanya.
Mengenai anggaran Rp 2,6 miliar dalam APBD 2008 untuk pembebasan tanah kantor kecamatan di Desa Kutawaringin Agus mengatakan, anggaran itu tidak terpakai dan dikembalikan lagi. "Akibat pro- kontra ibu kota Kutawaringin, anggaran itu tidak terserap. Kalau pindah ke Jatisari, di sana sudah ada tanah Pemkab Bandung seluas delapan hektare sehingga tak perlu pembebasan tanah," katanya.
Wakil Ketua Komisi A Cep Iid mengatakan, Komisi A akan berkonsultasi dengan anggota DPRD, yang pernah menjadi anggota Pansus Pembentukan Kutawaringin. "Mengapa pada saat pembahasan Raperda Kutawaringin langsung ditentukan ibu kota kecamatannya di Desa Kutawaringin? Sedangkan dalam naskah perubahan Perda Kutawaringin dari Pemkab Bandung, malah tidak mencantumkan nama ibu kota," katanya.
DPRD juga menunggu hasil kajian dari Bagian Hukum Pemkab Bandung dan dinas-dinas terkait lainnya. "Bagian Hukum berjanji akan memasukkan naskah perubahan Perda Kutawaringin, Jumat (4/6), tetapi sampai Senin (8/6) belum ada," katanya. (A-71)***
Comments :
0 komentar to “Warga 10 Desa Datangi DPRD”
Posting Komentar