Kutawaringin Kawasan Olahraga Terpadu


Headline

Jl. Raya Soreang-Cipatik KM. 5,8
Email: kutawaringin@gmail.com
Phone/Fax: +62 22 85873789

Kutawaringin

02 Juli 2009

Ayat-Ayat Maut Mengancam Tipikor

RENTETAN kejadian akhir-akhir ini di sekitar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkuat kekhawatiran bahwa telah dan tengah terjadi upaya sistematis untuk memberangus KPK. Ini, tentu sangat bertolak belakang dengan klaim penguasa yang mengatakan telah dan akan melanjutkan perang terhadap korupsi.

Setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluh tentang ketiadaan lembaga dan mekanisme yang mengawasi KPK dan karena itu badan ini bisa go unchecked, tembakan beruntun membombardir KPK. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tiba-tiba ngotot ingin mengaudit KPK walaupun KPK bukan lembaga yang berada dalam wilayah kewenangan BPKP untuk diaudit.

Belum habis kontroversi dengan BPKP, kini muncul lagi soal butir-butir Rancangan Undang-Undang Tipikor. Dalam draf yang disusun pemerintah dan telah diajukan ke DPR, terdapat tidak kurang dari 15 poin yang mengebiri kewenangan KPK.

Di antaranya yang amat menonjol adalah, KPK hanya berwenang pada tingkat penyidikan, tetapi tidak pada penuntutan. Penuntutan menjadi kewenangan kejaksaan. Penahanan oleh KPK pun tidak diatur.

Selain itu, kewenangan penyadapan tidak lagi disinggung. Dengan tidak dicantumkan kewenangan ini berarti penyadapan yang selama ini menjadi senjata utama prestasi KPK ditiadakan.

Dan banyak lagi ayat dan pasal lainnya ingin mematikan KPK. Termasuk tidak diatur soal penyitaan aset, pembekuan rekening, dan pelaporan harta kekayaan pejabat. Agar semakin menciutkan pemberian informasi, pemerintah memasukkan ayat yang memidanakan pelapor palsu.

Momentum keterlibatan Ketua (nonaktif) KPK Antasari Azhar dalam pembunuhan Nasrudian Zulkarnaen, direktur sebuah perusahaan swasta, rupanya menjadi pintu masuk untuk mengebiri KPK.

Sesungguhnya gelagat untuk melumpuhkan KPK terbaca sejak lama. Sejak Mahkamah Konstitusi memutuskan Pengadilan Tipikor tidak sah karena tidak dikenal dalam sistem peradilan umum dan memberi waktu kepada pemerintah dan DPR untuk membuat undang-undang khusus bagi peradilan tersebut, pembahasan di DPR tersendat-sendat.

Waktu yang diberikan MK terhadap payung hukum tersendiri bagi peradilan Tipikor adalah 19 Desember 2009. Tetapi sampai sekarang tidak ada tanda-tanda pemerintah dan DPR memberi prioritas bagi undang-undang tersebut.

DPR, memang, tidak terlalu diharapkan untuk menjadi penggerak undang-undang baru tentang tipikor. Lembaga ini cenderung melihat KPK dan Pengadilan Tipikor sebagai musuh berbahaya karena sudah banyak anggota dewan yang masuk bui karena tertangkap tangan menerima suap.

Bila pemerintah dan DPR, dua lembaga yang berwenang dalam menghasilkan undang-undang, tidak bersemangat, bahkan bersekongkol untuk melumpuhkan KPK, perang terhadap korupsi tamat riwayatnya.

Nyawa KPK sekarang ini berada di tangan publik. Karena itu khalayak harus membela dan berteriak tiada henti agar pemerintah dan DPR tidaklah mengubur KPK.

RUU Pengadilan Tipikor memang mencantumkan tentang kehadiran Pengadilan Tipikor di provinsi maupun kabupaten. Tetapi untuk apa mendirikan lembaga peradilan di daerah tanpa kewenangan efektif KPK?

Adalah aneh penguasa baru sekarang mengeluh tentang kekuasaan KPK yang unchecked. Bukankah KPK memang sengaja dirancang untuk menjadi badan extraordinary dengan kewenangan extraordinary pula?

Aneh juga gelagat mengebiri KPK menguat belakangan ini di saat penguasa menepuk dada sebagai pahlawan perang terhadap korupsi?

Comments :

0 komentar to “Ayat-Ayat Maut Mengancam Tipikor”

Posting Komentar

Pengikut

Sponsor

 

Copyright © 2009 by Kecamatan Kutawaringin Powered By Blogger Design by ET