PARA pelaku teroris akhirnya memberikan tantangan terbuka di ujung pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang masih berpasangan dengan Jusuf Kalla. Melalui aksi bom bunuh diri di Hotel J.W. Marriott dan Ritz-Carlton Jakarta, Jumat (17/7), para pelaku teroris pun berhasil menebarkan ketakutan di tengah masyarakat.
Bencana ini memang terjadi di saat suhu politik Indonesia masih memanas pascapelaksanaan pemungutan suara pemilu presiden. Namun, pelakunya tidak terkait dengan situasi politik Indonesia. Dilihat dari modus dan pemilihan tempatnya, pelaku bom itu diduga masih terkait dengan kelompok teroris yang sering kali mengganggu keamanan tanah air.
Bom bunuh diri berbeda karakter dengan political assassination. Kelompok yang melakukan pengeboman di dua hotel jaringan internasional itu, bukanlah kelompok yang terlibat dalam aktivitas politik. Mereka adalah kelompok yang tidak menginginkan Indonesia stabil dan tidak menginginkan proses konsolidasi di Indonesia.
Diduga kuat mereka adalah kelompok yang masih terkait dengan Noordin M. Top dan Azhari. Sekarang mereka memberikan tantangan terbuka untuk memperlihatkan bahwa keberhasilan demokrasi tidak berguna. Mereka bisa meneror dan menebar ketakutan kapan pun. Modusnya sama seperti pengeboman sebelumnya di Bali dan yang lainnya, yaitu soft target, high profile, high impact.
Soft target diperlihatkan dengan sasaran yang mereka pilih. Mereka tidak menyerang kilang Pertamina yang dijaga ketat kepolisian. Mereka juga tidak menyerang istana kepresidenan yang penuh dengan penjagaan.
High profile terkait dengan sasaran pengeboman. Meski bukan memilih tempat yang dijaga ketat kepolisian maupun tentara, mereka memilih hotel yang merupakan jaringan internasional. Apalagi Hotel Ritz Carlton akan digunakan sebagai tempat menginap klub sepak bola Manchester United asal Inggris.
High impact yang ingin mereka capai sudah terlihat sejak pengeboman terjadi. Dengan adanya korban dari warga negara asing, bencana itu telah menjadi perhatian internasional.
Kelompok Noordin M. Top adalah kelompok teroris internasional yang bergerak secara profesional. Oleh karena itu, pengeboman yang rapi seperti bom bunuh diri kemarin (Jumat, 17/7) pun bisa dilakukan. Mereka telah direkrut, dilatih, dan dicuci otaknya secara intensif sehingga muncullah unit-unit yang bergerak secara profesional.
Tujuan dari ketiga strategi itu tentu saja untuk menyebarkan ketakutan yang besar. Itu untuk menunjukkan bahwa negara ini tidak aman dan sudah berantakan. Selain itu, pengeboman dilakukan untuk distabilisasi dan polarisasi politik di tanah air.
Mengenai pengacauan pilpres dan ancaman terhadap pelantikan SBY sebagai presiden untuk periode berikutnya, memang bisa saja terjadi, tetapi oleh kelompok yang berbeda.
Bila memang ada teror yang mengancam dirinya, itu tidak ada hubungannya dengan pengeboman di dua hotel itu. Biarlah intelijen bekerja dengan operasi tertutup, tanpa perlu mendeklarasikan ancaman itu ke publik.***
Penulis adalah pengamat intelijen dari Universitas Indonesia.
Comments :
0 komentar to “Pelaku tak Terkait Aktivitas Politik”
Posting Komentar